Selasa, 23 Mei 2017

Upaya Peyembuhan Terhadap Anak Hyperaktif (ADHD)

Upaya Penyembuhan Terhadap Anak Hiperaktif (ADHD) Oleh: Hilma Tausiah Anak yang sehat dan normal adalah dambaan setiap orang tua, namun jika harus menghadapi kenyataan bahwa anaknya mengalami ketidaknormalan dalam bentuk perilaku, bentuk fisik, maupun dalam hal mentalnya, tentu setiap orang tua akan merasa sedih bercampur cemas takut bahwa anaknya tidak akan mampu mengahadapi kehidupan ini dengan baik. Hal yang sering kali terjadi pada anak yang membuat orangtua merasa cemas adalah gejala autis dan hiperaktif. Keduanya merupakan gangguan yang antara lain karena perkembangan otak yang tidak normal sehingga membuat pertumbuhan sang anak menjadi tidak biasa. Anak yang selalu mengganggu teman, tidak bisa diam, dan seolah tidak memerhatikan pelajaran di kelas, serta dinyatakan oleh gurunya tidak dapat mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas, bukanlah anak nakal dan juga bukan anak yang malas atau bodoh, namun anak tersebut mengalami gangguan hiperkinetik yang secara luas di masyarakat disebut sebagai anak hiperaktif. Apa itu anak hiperaktif? Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga sering disebut sebagai gangguan hiperkinetik. (Ferdinad Zaviera, 2012: 12). Adapun menurut Arga Patternote (2010: 2) ADHD adalah suatu gangguan neuro-biologis di dalam otak yang dapat secara parah mengancam tumbuh kembang seorang anak. Anak ADHD adalah anak yang luar biasa banyak gerak dan sering sekali tidak dapat dikendalikan, tidak tenang, dan tidak dapat berkosentrasi. Karena itu ia mengalami kesulitan belajar baik di rumah maupun di sekolah. Walaupun ia berusaha menyesuaikan diri dan mengikuti peraturan, tetapi ia sering kali tidak berhasil. Perilakunya yang kacau ia justru mengundang kejengkelan bagi orang-orang sekitarnya. Akibatnya adalah ia kesulitan mendapatkan teman atau sahabat. Sebagai yang umum diketahui bahwa ADHD lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan. Diperkirakan empat kali lebih bayak pada laki-laki daripada perempuan. Pada perempuan, masalahnya akan tampak lebih sebagai masalah-masalah rasa takut, prestasi jelek, dan relasi yang buruk dengan teman sebaya. Itulah sebabnya mengapa ADHD pada anak perempuan tidak cepat terdeteksi. Sekitar 7,8 % anak-anak dengan usia 4 hingga 17 tahun telah terdiagnosis menyandang ADHD. Riset menunjukkan bahwa pria yang menyandang ADHD mengalahkan wanita dalam rasio yang berkisar dari 4:1 hingga 9:1. (Robbert E.Slavin, 2011: 206). Menurut Bandi Delphie (2009: 12) adapun ciri-ciri yang nyata pada anak ADHD atau bagi peserta didik yang hiperaktif adalah sebagai berikut: 1. Selalu berjalan-jalan memutari ruang kelas dan tidak mau diam. 2. Sering mengganggu teman-teman di kelasnya. 3. Mempunyai kesulitan untuk berkonsentrasi dalam tugas-tugas sekolah. 4. Mempunyai masalah belajar hampir di semua mata pelajaran. 5. Tidak mampu menulis surat, tidak mampu mengeja huruf, dan berkesulitan dalam surat menyurat. Apabila gangguan hiperkinetik (ADHD) tidak diobati maka akan menimbulkan hambatan penyesuaian perilaku sosial dan kemampuan akademik di lingkungan rumah dan sekolah, sehingga dapat mengakibatkan perkembangan anak tidak optimal dengan timbulnya gangguan perilaku dikemudian hari. Kondisi lain yang menyertai gangguan hiperkinetik adalah gangguan tingkah laku, gangguan sikap menentang, depresi, gangguan cemas, dan kesulitan belajar. Berdasarkan tes dengan intsrumen Diagnostic and Statistical Manual-IV Task Force (DSM-IV TR), anak hiperaktif terdiri atas tiga tipe berdasarkan gejala-gejalanya, yaitu kurang pemusatan perhatian (inattention), selalu gelisah dan tidak mau diam atau selalu bergerak terus-menerus (hyperactivity), serta suka menurutkan kata hati (impulsivity). Gejala yang berkaitan dengan tipe yang pertama, yaitu kurang pemusatan perhatian (inattention), antara lain tidak suka memerhatikan lawan bicara, sering kehilangan barang-barang penting miliknya, serta tidak pernah teliti dan memerhatikan atau memelihara peralatan sekolah. Anak dengan tipe yang kedua, yaitu hyperactivity, memiliki gejala, antara lain selalu menunjukkan perasaan kegelisahan, selalu sulit untuk duduk di kursi dalam beberapa menit, dan selalu pergi meninggalkan kursi duduknya saat sekolah. Anak dengan tipe yang ketiga berupa impulsivity, memiliki gejala antara lain mempunyai sifat suka berkata tanpa dipikirkan terlebih dahulu, khususnya dalam menjawab pernyataan yang disampaikan guru padanya. Penelitian terhadap penyebab ADHD masih tetap berlangsung, laporannya juga semakin hari semakin banyak. Sudah sejak lama didiskusikan seperti juga gangguan psikiatrik lainnya, bahwa apakah gangguan ADHD sebenrnya gangguan yang berasal dari gangguan neurologis di otak, atau disebabkan karena faktor pengasuhan orang tua. Apakah gen yang salah atau lingkungan yang salah?. Mungkin beberapa penyebab ADHD kini sudah semakin jelas, yaitu: a. Karena adanya faktor genetik sebagai faktor terbesar. b. Adanya fungsi yang berbeda di dalam otak. c. Faktor lingkungan memegang peranan yang penting. Adapun menurut Ferdinand Zaviera (2012: 45) faktor prnyebab ADHD dapat muncul sebagai efek dari adanya infeksi bakteri, cacingan, keracunan logam dan zat berbahaya (Pb, Co, Hg), gangguan metabolism, gangguan endoktrin, diabetes dan gangguan pada otak. Dengan mengatasi penyakit atau gangguan yang melatarbelakinya, maka hiperaktivitas pun dapat tertanggulangi. ADHD juga dapat bersumber pada gaya hidup yang tidak sehat. Konsumsi minuman yang berkafein yang berlebihan, pola makan dengan gizi yang tidak seimbang, serta kuantitas serta kualitas tidur yang kurang memadai disebut-sebut sebagai faktor yang turut menyumbang munculnya masalah ini. Di antara banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya ADHD, alangkah baiknya ada beberapa upaya atau penanggulangan penyembuhan terhadap anak yang hiperaktif (ADHD). Menurut Bandi Delphie (2009: 19) bahwa penyembuhan terhadap anak hiperaktif yang dianggap maju adalah dengan pendekatan penyembuhan melalui dua bidang intervensi berkaitan dengan faktor biologis dan psikologis. Secara khusus, saran penyembuhan melalui faktor biologis dapat dilakukan dengan upaya pendekatan penyembuhan erhadap perilaku implusif dan tidak mau diam yang merupakan perilaku sosial. Fokus penyembuhan yang bersifat psikologis tertuju pada hal-hal pokok yang lebih luas, seperti meningkatkan prestasi belajar agar prestasi akademiknya meningkat, bersamaan dengan menurunkan perilaku-perilaku suka mengacau atau mengganggu orang lain. Selanjutnya, pendekatan psikologis ditujukan pula terhadap upaya untuk meningkatkan keterampilan sosial. Para ahli penelitian di Amerika Serikat berpendapat bahwa pendekatan penyembuhan secara kombinasi antara pendekatan biologis melalui penerapan obat-obat penenang seperti (ritallin atau Adderall) dengan pendekatan psikologis berupa pengaturan perilaku dan modifikasi perilaku (behavior modification) akan dapat meningkatkan perilaku adaftif anak hiperaktif jika dibandinkan hanya menggunakan salah satu dari kedua pendekatan tersebut atau tanpa kombinasi. (Santrock, 2006: 300). Sejak digunakannya obat-obat penenang sebagai pengobatan terhadap anak-anak hiperaktif, banyak penelitian telah berhasil mendokumentasikan keefektifan dan keberhasilan beberapa jenis pengobatan melalui penggunaan obat-obat penenang sebagai upaya menurunkan gejala-gejala utama kelainan hiperaktif. Contohnya, di Amerika Serikat tercatat lebih dari 10 juta anak hiperaktif dapat disembuhkan dengan menggunakan obat-obat penenang pada saat dilakukan upaya penyembuhan dengan pendekatan biologis dan psikologis. Sekitar 85 % hingga 90 % anak-anak hiperaktif di Amerika Serikat mengguanakan obat-obat penenang sejenis rittalin atau adderall. Akhir-akhir ini bermunculan obat-obat baru seperti strattera atau atomoxetine yang sangat efektif bagi anak-anak hiperaktif. Selain dengan obat-obatan yang dapat menyembuhkan penyakit ADHD ada juga beberapa cara untuk menanggulanginya diantaranya dapat dilakukan dengan cara Diet Modifikasi, diet ini didasari oleh penelitian Ben Feingold, seorang ahli alergi pada tahun 1960. 50 % anak ADHD yang ditanganinya membaik setelah menjalani diet tanpa makanan pencetus alergi. Yaitu makanan yang mengandung salisilat alami, seperti jeruk, apel, apricot, beri, dan anggur. Juga makanan yang mengandung zat tambahan buatan seperti pengawet, pemanis, pewarna dan penyedap. Kemudian dengan Olahraga yang Menyedot Energi, anak hiperaktif menyimpan energi yang berlebihan. Untuk lebih menyalurkan energinya, ajaklah ia berolahraga atau bertamasya kea lam terbuka, semisal kebun binatang, taman bermain. Di sana ia bebas bermain, memanjat dan berlari sesuka hati. Intinya lakukan aktifitas yang menyenangkan hatinya. Selanjutnya ialah Berikan Warna yang Mendinginkan Otak, atau warna-warna yang agak gelap. Efeknya akan menenangkan otaknya. Warnanya bisa hijau, biru muda, ungu, atau biru tua. Hindari warna terang ayau panas, semisal merah, kuning, oranye karena akan merangsang otaknya untuk beraktivitas. Kemudian Perbaiki Jalur Pendengaran, kebanyakan anak ADHD juga memiliki masalah pendengaran. Bisa mendengar tetapi sulit dimengerti apa yang didengarnya. Karena telinga dan otak tidak bekerja secara efisien dalam memproses suara. Ada kesulitan memperoleh suara dari banyak sumber suara yang ada. Akibatnya ia sulit berkonsentrasi pada suatu hal beberapa saat. Anak menjadi terganggu oleh semua bunyi di sekitarnya. Yang terakhir ialah melalukan terapi salah satunya ialah dengan cara Mediation Therapy ialah bahwa jika orangtua, guru, dan lingkungan si anak membuat sikap dengan cara memberikan banyak penghargaan (reward) hal ini dibutuhkan bagi anak ADHD agar ia tetap mempunyai motivasi. Disini orangtua belajar bagaimana caranya agar dapat memberikan sendiri terapi perilaku bagi anaknya. Ada juga jenis perawatan lain yang dapat membantu anak-anak yang mengalami ADHD. Psikoterapi atau konseling, membantu anak-anak yang mengalami ADHD agar merasa lebih baik terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima gangguan yang meraka alami. Teknik modifikasi perilaku dapat membantu anak-anak ini untuk mengubah perilaku nyata mereka dengan memberikan pujian atau imbalan setiap kali mereka melakukan sesuatu yang sesuai dengan yang diharapkan. (Shirley Brik kerhoff, 2009:107). SUMBER: Brikerhoff, Shirley. (2009). Pemuda dengan ADHD. Sleman: PT. Intan Sejati Klaten. Delphie, Bandi. (2009). Layanan Perilaku Anak Hiperaktif. Sleman: PT Intan Sejati Klaten. E. Slavin, Robbert. (2011). Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Indeks. Paternotte, Arga & Jan Buitelaar. (2010). ADHD Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas. Jakarta: Prenada Media Group. Zaviera, Ferdinand. (2012). Anak Hiperaktif. Jogjakarta: Kata Hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar