Rabu, 24 Mei 2017

biografi bilal bin rabbah

Biografi Bilal bin Rabbah oleh: Hilma Tausiah C.1. Kelahiran Bilal bin Rabbah Bilal bin Rabbah lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah, seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (sekarang Ethiopia) yang masuk Islam ketika di perbudak oleh Umayyah bin Khalaf. Ayah Bilal bernama Rabbah, ia adalah seorang tawanan yang berkebangsaan Habsyah. Sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang tawanan pula. Bilal bin Rabbah adalah anak tawanan. Dia suka di panggil dengan nama Abu abdullah. Sejarah tidak memperkenalkan sedikit pun tentang ayah dan ibu Bilal, tetapi mencatat sekilas tentang saudaranya laki-laki Khalid bin Rabbah, dan saudara perempuannya Ghafirah. (http://books.google.co.id/nama-ibu-bapak-bilal html). Para perawi menyifati Bilal sebagai orang yang sangat hitam, kurus, tinggi, tidak bidang, dan suaranya keras. Bilal di besarkan di kota Ummul Qara (Mekkah) sebagai seorang budak milik keluarga Bani Jumu’ah. Saat ayahnya meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir. Keimanan yang kuat dan kehebatan Islam yang ia anut telah mengubah kehidupannya. Bahkan mengubah posisi dirinya dalam sejarah kehidupan manusia. Ia masuk dalam daftar para tokoh Islam yang kiprahnya tidak terlupakan. Hitam warna kulit, rendahnya kasta, dan hinanya budak belian tidak menutup pintu baginya untuk menempati posisi mulia setelah ia masuk Islam. Itu semua ia peroleh dengan kejujuran, kesungguhan, kesucian hati, dan perjuangan tiada henti. C.2. Awal Mula Bilal bin Rabbah Masuk Islam Sebelum masuk Islam, kehidupan Bilal tidak berbeda dengan kehidupan budak-budak lain yaitu hidup di kekang bagaikan seekor binatang. Hari-harinya berlalu seperti biasa tapi gersang tak ada harapan buat menghadapi masa depan. Bagi para budak seakan-akan matahari tidak pernah menyinarkan cahayanya buat mereka. Jika matahari pagi memancarkan cahayanya, pekerjaan rutin telah menanti. Kalau mereka lengah sedikit saja sewaktu bekerja, maka cemeti atau pukulan akan bersarang di tubuhnya. Dalam kepekatan dan keputusan hidup tersebut, maka sampailah ke telinga Bilal tentang hadirnya Nabi terakhir. Jiwa yang sehari-hari di dera oleh penderitaan mencoba merasakan dan mengira-ngira bagaimana dan siapakah Muhammad itu. Pada waktu itu, Bilal sempat mencuri pendengaran dari tamu-tamu yang datang ke rumah Umayyah bin Khalaf. Bilal mendengarkan mereka membicarakan Nabi dengan perkataan-perkataan yang sifatnya mencemoohkan serta menghina. Ucapan yang tajam penuh kebencian ditujukan kepada Muhammad SAW yang telah mengaku menjadi utusan Allah SWT. Ucapan majikannya dan para tamu yang datang menunujukkan kemarahan yang tidak ada ada ujung pangkalnya. Bilal juga mendengar gambaran dari agama baru yang di bawa oleh Muhammad tersebut. Di antara perkataan yang penuh kemarahan dan kedengkian itu terselip kata pujian tentang kejujuran dan keshalehannya. Pada suatu hari, Bilal melihat dan mendengar Muhammad tengah berkhutbah. Isi dari ajakan tersebut berisi himbauan agar penduduk Mekkah meninggalkan kepercayaan lama untuk menyembah Allah Yang Maha Esa. Ajakan Muhammad yang mengaku menjadi Rasul Allah sangat mempesona. Semua yang diuacapkannya keluar dari hati yang tulus dan suci berdasarkan wahyu Allah SWT. Dari ucapan Nabi, meluncurlah Nur Ilahi menembus jiwa dan sanubari Bilal bin Rabbah. Maka dengan penuh kebencian dan tanpa perasaan ragu-ragu ia kemudian menghadap Nabi. Di hadapan beliau Bilal kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat. Bilal mengakui tiada Tuhan selain Allah dan mengakaui bahwa Muhammad itu utusan Allah SWT. Mendengar ungkapan jiwa yang keluar dari hati sanubari disertai ikrar sebagai seorang Muslim Nabi mengucapkan syukur dan diikuti oleh para sahabat lainnya. C.3. Penderitaan yang diterima Bilal bin Rabbah Setelah Masuk Islam Dengan masuknya Islam, bukan berarti Bilal lepas dari perbudakan. Bilal masih tetap menjadi seorang budak dari kalangan Bani Jumuah yang bernama Umayyah bin Khalaf. Akan tetapi, jiwanya yang dulu gersang tak punya pengharapan kini menjadi segar. Jiwa Bilal yang dulu kering kerontang setelah menjadi Muslim telah berubah menjadi segar dan berbunga-bunga. Bilal kini punya gairah hidup, walau dibalik itu semua dera serta siksaan telah menanti untuk menguji kadar imannya. Bilal telah menyerahkan lahir batinnya untuk Islam, dia telah siap menanti datangnya cobaan dari arah mana pun. Lambat laun tentang masuknya Bilal menjadi Islam akhirnya terdengar juga oleh majikannya. Kemudian Umayyah sangat marah pada Bilal, giginya gemertak menahan kemarahan yang memenuhi hati dan otaknya. Bahkan, wajahnya seakan dilempar kotoran yang membuat malu dan hina. Ketika melihat Bilal, sepasang mata Umayyah memandang penuh kebencian yang luar biasa. Seakan ia menatap Bilal tak ubahnya seperti seekor harimau yang akan menerkam mangsanya. “Kau adalah seorang budak yang mati hidupmu berada di tanganku” ! bentak Umayyah. Bilal hanya kuasa menundukkan kepala sambil menyebut nama Allah Yang Maha Esa. “Jika engkau ingin selamat, kembalilah kepada kepercayaan lama ! Ucapkanlah nama Tuhan Laata dan Uzza ! Ingkari Muhammad, maka engkau akan selamat. !” Ucap Umayyah. Akan tetapi, keimanan yang telah bersemi di dalam hati tak mungkin akan terlepas begitu saja. Bilal tetap tidak mau mengatakan tuhan-tuhan kaum musyrik tersebut. Baginya lebih baik binasa daripada harus kembali menyembah berhala-berhala tersebut. Takwa yang sudah tertanam dalam-dalam tak mungkin lagi akan bisa tergoyahkan walaupun kematian akan datang menjemputnya. Setelah dengan cara lunak Bilal tak tergoyahkan mulailah dilakukan penyiksaan. Tubuh hitam dan kerempeng tersebut dibawa ke padang pasir yang gersang. Hawa panas dari bumi membakar tubuh Bilal yang telah penuh dengan keimanan. Bilal merasakan penganiayaan orang-orang Musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum Muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun, Tanpa baju dan celana panjang, ia dibaringkan di atas padang pasir, kemudian dadanya ditindih oleh batu besar dengan tujuan agar ia meninggalkan agamanya. Namun Bilal menolak. Siksaan kejam dan biadab ini mereka ulangi setiap hari, hingga beberapa algojonya merasa kasihan kepadanya. Mereka mau melepaskan Bilal asalkan ia mau sedikit saja memuji tuhan-tuhan mereka, agar orang Quraisy tidak mencibir mereka atas ketidakberdayaan mereka menghadapi budak sendiri. Tetapi Bilal tidak mau memuji tuhan-tuhan itu. Dia dengan tegas mengucapkan, Ahad.! Ahad..! (Allah Maha Esa, Allah Maha Esa.!). para algojo mereka berkata, “Katakanlah seperti yang kami katakan.” Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya”, jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras. Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, Umayyah mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang jalan Mekkah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, Ahad.. ! Ahad.. ! (Allah Maha Esa, Allah Maha Esa !). ia terus mengulanginya tanpa merasa lelah dan bosan. C.4. Bilal bin Rabbah Bebas dari Perbudakan Bagi para pemuka Quraisy dengan masuknya budak-budak menjadi pengikut Muhammad merupakan suatu penghinaan serta tamparan yang menyakitkan. Harga diri mereka sama sekali tak dianggap oleh budak-budak tersebut. Walau Bilal sudah masuk Islam, Umayyah tetap akan menghentikkan keimanannya dengan cara yang menyakitkan. Selanjutnya penyiksaan dilanjutkan dengan rutin. Keadaan tubuh Bilal yang telah di selimuti ketebalan iman ini sudah merupakan mayat hidup yang hanya tinggal menanti kematian saja. Suatu ketika, lewatlah Abu Bakar ketika Umayyah sedang menyiksa Bilal. Kemudian Abu Bakar mengajukan penawaran kepada Umayyah untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda, ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju walau pun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas. Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya kalau engkau menawar sampai satu uqiyah pun maka aku akan tidak ragu untuk menjualnya. Abu Bakar membalas, “Seandainya jika engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.” Akhirnya, Bilal pun dibebaskan dan dimerdekakan oleh Abu Bakar dari cengkraman Umayyah beserta para algojonya. Sepercik senyum dan harapan mengembang di pelupuk mata Bilal bin Rabbah yang telah dibawa ke hadapan Rasulullah. C.5. Bilal bin Rabbah Hijrah ke Madinah Ketika Bilal sudah dibebaskan oleh Abu Bakar, maka Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, maka mereka berjijrah termasuk Bilal. Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya Muhammad. Bilal selalu mengikuti Rasul kemana pun beliau pergi. Pada tahun ke-2 Hijriyah, terjadilah perang besar antara kaum Muslimin yang dipimpin langsung oleh Rasulullah dan kaum Musyrikin yang dipimpin lansung oleh Abu Jahal. Pada waktu itu, jumlah musuh 1000 orang lebih banyak dari pada kaum Muslimin yng hanya berjumlah 315 orang. Tapi semua itu tidak menghilangkan semangat kaum Muslim. Mereka dengan percaya diri melawan musuh, termasuk Bilal bin Rabbah. Bilal dengan para sahabat menunjukkan keberanian yang luar biasa. Musuh-musuh ditebisnya dengan mudah. Bilal seakan-akan hendak melampiaskan dendamnya kepada Musyrikin Quraisy yang telah menyiksa sewaktu ia masih seorang budak. Termasuk Umayyah, manusia angkuh dari musyrik Quraisy Mekkah tersebut harus mati hina oleh tangan bekas budaknya sendiri. C.6. Bilal bin Rabbah Meninggalkan Kota Madinah Ketika Rasulullah SAW membangun mesjid Nabawi di Madinah dan menetapkan adzan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan adzan (muadzin) dalam sejarah Islam. Biasanya setelah mengumandangkan adzan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah seraya berseru, Hayya a’lashshalaati, Hayya a’lashshalati (mari kita shalat, mari kita shalat). Lalu, ketika Rasul keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat. Tetapi, setelah Rasulullah menghembuskan nafas yang terakhir, waktu shalat tiba, Bilal berdiri untuk mengumandangkan adzan, sementara jasad Rasul masih terbungkus kain kafan dan belum dikuburkan. Saat Bilal sampai pada kalimat “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullahi” tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum Muslimin yang ada di sana tak kuasa menahan tangis. Sejak kepergian Rasul, Bilal hanya sanggup mengumandangkan adzan selama tiga hari. Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, agar tidak diperkenankan adzan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam. C.7. Wafatnya Bilal bin Rabbah Sebagai seorang muadzin, Bilal senantiasa siap sedia untuk mengumandangkan adzan sebanyak lima kali dalam sehari semalam. Tapi ketika Rasulullah telah tiada, Bilal kemudian berangkat ke Negeri Syam dan menetap di sana sebagai mujahid. Ia berangkat ke tempat di mana perjuangannya tanpa di bentengi oleh kekuatan Islam yang berupa pasukan serta senjata. Adzannya yang terakhir yaitu pada saat Khalifah Umar bin Khatab mengunjungi Syam. Ketika waktu shalat telah tiba, kaum Muslimin memohon kepada Khalifah agar menyuruh Bilal megumandangkan adzan walaupun hanya sekali. Bilal naik ke menara dan mengumandangkan adzan. Para sahabat yang pernah hidup bersama Rasulullah menangis tersedu-sedu, seakan belum pernah menangis, terutama Umar bin Khatab. Bilal bin Rabbah wafat di Syam di medan jihad seperti yang ia inginkan. Di tanah Damaskus, jasad laki-laki agung ini dikuburkan. Laki-laki yang sangat gigih membela akidah dan keimanan. (Ira Setiawan, 2011: 23).

1 komentar: