Minggu, 28 Mei 2017

contoh cover buku (Tugas Komputer Araby)


Daulah Safawiyah di Persia

DAULAH SAFAWIYAH DI PERSIA KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada kami. Shalawat serta salam kami panjatkan kepada nabi seluruh umat, Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan yang benar kepada umatnya. Kami ucapkan terimakasih kepada kedua orangtua yang telah mendoakan, dan tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu beserta asistennya yang telah membimbing kami hingga saat ini. Makalah ini disusun dengan maksimal oleh penulis dengan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………… i DAFTAR ISI…………………………………………………………… ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 1 C. Tujuan Penulisan…………………………………………………….. 2 D. Metode Penulisan……………………………………………………. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Daulah Safawiyah di Persia………………………………... 3 B. Asal-Usul Berdirinya Daulah Safawiyah………………………….. 6 C. Silsilah Raja-Raja Daulah Safawiyah……………………………… 7 D. Kemajuan Peradaban Islam Masa Daulah Safawiyah……………... 8 E. Peninggalan-peninggalan Daulah Safawiyah…………………….. 13 F. Kemunduran dan Kehancuran Daulah Safawiyah………………… 14 BAB III PENUTUP Kesimpulan…………………………………………………………… 15 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..... 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran yang sangat drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik- cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai di situ. Timur Lenk, sebagaimana telah tercatat dalam sejarah menghancurkan pusat- pusat kekuasaan Islam yang lain. Keadaan politik umat Islam secara keseluruahan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar.Tiga kerajaann tersebut adalah Utsmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Makalah ini akan berusaha mengkaji sejarah tentang kerajaan Shafawi yang ada di Persia. Dalam pengkajian sejarah dan peradaban Islam, sebenarnya ada dua dinasti yang sangat berperan dan dominan dalam menghidupkan dan menyebarkan paham syi’ah di Persia, yaitu dinasti Buwaihi dan dinasti Shafawi. Dinasti Buwaihi (932- 1055 M) berada pada periode klasik Islam, sedangkan dinasti Safawi (1501- 1722 M) hidup pada masa periode pertengahan lslam. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah didirikannya Daulah Safawiyah? 2. Siapa saja raja-raja yang memegang kekuasaan pada masa Daulah Safawiyah? 3. Apa saja kemajuan yang diraih oleh daulah Safawiyah? 4. Apa saja peninggalan dari Daulah Safawiyah? 5. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran Daulah Safawiyah? C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui sejarah didirikannya Daulah Safawiyah. 2. Mengetahui raja-raja yang memegang kekuasaan pada masa Daulah Safawiyah. 3. Mengetahui kemajuan yang diraih oleh daulah Safawiyah. 4. Mengetahui peninggalan dari Daulah Safawiyah. 5. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran Daulah Safawiyah. D. Metode Penulisan Metode penulisan dalam pembuatan makalah ini yaitu dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan pembahasan materi, baik berupa buku maupun informasi internet. BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Daulah Safawiyah di Persia. Dinasti Safawiyyah merupakan salah satu dinasti terpenting dalam sejarah Iran. Dinasti ini meruapakan salah satu negeri Persia terbesar semenjak penaklukan muslim di Persia. Negeri ini juga menjadikan Islam Syiah sebagai agama resmi, sehingga menjadi salah satu titik penting dalam sejarah muslim. Safawiyyah berkuasa dari tahun 1501 hingga 1722 (mengalami restorasi singkat dari tahun 1729 hingga 1736). Pada puncak kejayaannya, wilayah Safawiyyah meliputi Iran, Georgia, Afganistan, Kaukasus, dan sebagian Pakistan, Turkmenistan dan Turki. Safawiyyah merupakan salah satu negeri Islam selain Utsmaniyah dan Mughal. Kerajaan Shafawi (907-1148 H/1501-1736 M) didirikan oleh Ismail ibn Haider di wilayah Persia. Penamaan kerjaan ini dengan nama kerajaan Shafawi karena kelahirannya berawal dari gerakan tarekat Syafawiyah. Gerakan tarekat Syafawiyyah didirikan oleh Safi Al-Din Ishak Al-Ardabily (1252-1334 M) yang berpusat di Ardabil Azerbaijan. Ia merupakan murid dari seorang mursyid tarekat di kota Jilan dekat Kaspia, Syeikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1218-1301 M) yang kemudian daimbil menjadi menantu menggantikan kedudukannya. Mengenai asal-usul Safi Al-Din, ada dua riwayat yakni ia keturunan Musa Al-Kazim, imam ketujuh syiah imamiyah dan ia keturuna penduduk asli Iran dari Kurdistan dan seorang Sunni bermadzhab Syafi’i. Perjalanan tarekat Safawiyyah menuju terbentuknya kerajaan Shafawi dapat di bedakan menjadi dua fase: 1. Gerakan tarekat murni Pada fase ini ada dua kecenderungan yang berkembang dalam tarekat tersebut yakni Sunni, saat dipinpin oleh Safi Al- Din, dan Sard Al-Din. Serta Syiah, terjadi setelah wafatnya Sard Al-Din pada masa Khawaja Ali, sikap syiahnya sangat toleran, tapi pada masa Ibrahim ia bersiakap ekstrim. 2. Gerakan politik Terjadi pada masa Junaid Ibn Ibrahim (1447-1460). Beralihnya sikap gerakan ini kepada gerakan politik karena gerakan ini mendapat dukungan luas dari masyarakat Persia yang sudah terpengaruh oleh ajaran tarekat Syafawiyyah. Terpengaruh masyarakat pada tarekat ini antara lain karena banyaknya orang Persia yang mencari keterangan hidup dengan memilih jalan hidup tasawuf, sebab bosan dengan suasana hidup yang hidup dengan peperangan dan perebuatan kekuasaan. Sebelum daulah Syiah Shafawi berkuasa di Iran, wilayah tersebut dikuasai oleh orang-orang mongol Dinasti Ilkhan. Madzhab resmi negeri ini adalah Ahlussunah namun sudah terkonstaminasi dengan paham tasawwuf. Pada masa Shafiyuddin Ishaq, situasi politik di Iran dan sekitarnya dalam kondisi tidak stabil, rakyat merasa tidak puas dengan pemerintahannya, perbuatan keji tersebar diantara para penguasa, dan lain-lain. Syiah membaca hal ini sebagai peluang mereka. Pada awalnya syiah hanya sebagai gerakan keagamaan, namun pada masa Al-Junaid-cucu Shafiyuddin Ishaq, gerakan madzhab ini berubah menjadi gerakan politik dan Sultan Haidar menetapkan bahwa nasab keluarga Shafawi bersambung dengan Musa bin Ja’far Al-Kazhim. Deklarasi Syiah sebagai gerakan politik atau pengakuan masukmya kader syiah dalam ranah politik bertujuan untuk memperluas pengaruh mereka dan sebagai sinyal perlawanan terhadap dinasti Ilkhan yang mulai sakit. Gerakan mereka dimulai pada masa Fairuz Syah yang memimpin revolusi perlawan terhadap Ilkhan dan puncaknya di capai pada masa Syah Ismail As-Shafawi dengan berdirinya Daulah Syiah As-Shafawi pada tahun 1501. Saat itulah madzhab resmi Iran berganti menjadi Syiah, dan rakyat dipaksa untuk memeluk pemahaman ini. Syah Ismail tidak peduli bahwa mayoritas rakyatnya adalah orang-orang berpaham ahlussunah. Ia menggerakkan seluruh kemampuan dan pengaruh nya untuk memaksa warga beralih madzhab menjadi syiah. Tidak berhenti memperlakukan kebijakan tersebut didalam negerinya, Syah Ismail juga berupaya menyebarkan paham Syiah di Daulah Ahlussunah seperti Daulah Utsmaniyah. Masyarakat Utsmani menolak keras ajaran Syiah yang pokok pemikirannya adalah mengkafirkan para sahabat nabi, melaknat generasi awal islam, meyakini adanya perubahan didalam Al-Qur’an, dll. Ketika Syah Ismail memasuki daerah Iraq, ia membunuh umat islam Ahlussunah, menghancurkan masjid-masjid, dan merusak pekuburan. Pemimpin Utsmaniyah, Sultan Salim menanggapi serius usaha yang dilakukan Syah Salim terhadap rakyatnya. Pada tahun 920 H/1514 M, Sultan Salim membuat keputusan resmi tentang bahaya pemerintah Iran As-Shafawi. Ia memperingat kan para ulama, para pejabat, dan rakyatnya bahwa Iran dengan pemerintahan mereka As-Shafawi adalah bahaya nyata, tidak hanya bagi Turki Utsmani bagi masyarakat Islam keseluruhan. Atas masukan dari para ulama, Sultan Salim mengumumkan jihad melawan Daulah Shafawiyyah, Sultan Salim memerintahkan agar para simpatisandan pengikut kerajaan Shafawi yang berada di wilayahnya ditangkap dan bagi yang melakukan pelanggaran berat dijatuhi sangsi hukuman mati.(Juhud Al-Utsmaniyin Lil Inqadz Al-Andalus). Alun-alun Naghsh-i jahan di Ishafan adalah bukti kegemilangan Safawiyyah. Pada abad ke-15, Kesultanan Utsmaniyah mulai memasuki daerah orang persia. Sebagai balasan pengikut Safawiyyah dari Ardabil merebut Tabriz dari Turki dibawah pimpinan Alwand. Safawiyyah kemudian dipimpn oleh Ismail I dan dibawah pemerintahannya, Tabriz menjadi ibu kota dinasti Safawiayah dan ia sendiri mendapat gelar Syah Azerbaijan. Kemudian Ismail I berhasil mencapai barat laut Iran dan merebut semua wilayah Iran dari Turki. Pada tahun 1511, tentara uzbek berhasil diusir. Sepanjang pemerintahan Safawiyah, Islam Syiah menjadi agama resmi Iran walaupun syiah sudah lama dipraktikkan sebelum zaman Safawiyyah. Raja-raja Safawiyyah kemudian membawa masuk lebih banyak ulama-ulama Syiah dan menganugerahkan mereka uang dan tanah sebagai hadiah atas kesetiaan mereka Kejayaan Safawiyyah mulai surut pada abad ke 17.Raja-raja Safawiyyah semakin lama semakin tidak efesien dan hidup berfoya-foya. Iran juga terus di serang Turki Utsmaniyah, Afghan dan Arab. Pada tahun 1698, Kerman direbut oleh orang Balonch, Sementara Khorasan ditaklukkan oleh orang Afghan pada tahun1717. Selain itu Safawiyyah turut berhadapan dengan ancaman baru yaitu kekeisaran Rusia di sebelah utara dan serangan tentara Mughal di sebelah timur. Lebih buruk lagi, ekonomi Safawiyyah merosot akibat perubahan Jalur Sutera tidak lagi digunakan. Pada tahun 1760, Jenderal Karim Khan mengambil ahli kekuasaan sekaligus mengakhiri pemerintahan Safawiyyah di Iran dan mendirikan Dinasti Zand. B. Asal-usul Daulah Safawiyyah Menurut Supriyadi (2008:253) Daulah Safawiyyah bermula dari gerakan sufi di kawasan Azarbaijan yang di sebut Safawiyyah. Pendiri gerakan sufi ini adalah Syeikh Safi Al-Din (1252-1334 M). Syeikh Safi Al-Din Abdul Fath Ishaq Ardabili berasal dari Ardabil, sebuah kota di wilayah azebaijan Iran.Ia merupakan anak murid seorang imam sufi yaitu Syeikh Zahed Gilani(1216-1301 M, Lahir Lahijan).Safi Al-Din kemudian mengganti ajaran sufi ini menjadi ajara Syiah sebagai tanggapan terhadap serangan tentara mongol di wilayah Azerbaijan. Pada abad ke-15, Safawiyyah mulai meluaskan pengaruh dan kekusaan nya dalam bidang politik dan militer ke seluruh Iran dan berhasil merebut seluruh Iran dari pemerintahan Timuriyah. Menurut Marshal G.S. Hodson dalam Supriyadi (2008:254), Kerajaan Syafawi berdiri sejak tahun 1503-1722 M. Kerajaan ini berasal dari sebuah tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Syafawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, safi Al-Din dan nama Syafawi terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan (Yatim dalam Supriyadi, 2008:254). Daulah Safawi di Persia muncul dan kemudian menjadi suatu kerajaan besar di dunia islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabil di Azerbaijan (Nasution). Safiuddin berasal dari keturunan yang berbeda dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah yang enam, Musa Al-Kazim. Oleh karena itu, untuk tahap selanjutnya kerajaan syafawi menyatakan syi’ah sebagai madzhab negara. Karena itu, kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya negara Iran dewasa ini (Yatim). Suatu hal yang sangat luar biasa dari kerajaan syafawi bahwa kerajaan tersebut beraliran syi’ah dan menjadikannya sebagai dasar keyakinan negara (Marshal, G.S. Hodson). Syeikh Safiuddin beraliran syi’ah dan mempunyai pengaruh besar di daerah persia (Nasution). Uraian di atas dapat dipahami bahwa penggagas awal berdirinya kerajaan syafawi adalah syeikh Ishak Safiuddin yang semula hanya sebagai mursyid tarekat dengan tugas dakwah agar umat islam secara murni berpegang teguh pada ajaran agama. Namun, pada tahun selanjutnya, setelah banyak memperoleh pengikut fanatik akhirnya aliran tarekat ini berubah menjadi gerakan politik dan awal memperoleh kekuasaan secara konkret pada masa Junaid. C. Silsilah Raja-Raja Daulah Safawiyah 1. Safi Al-Din (1252-1334 M). 2. Sadar Al-Din Musa (1334-1399 M). 3. Khawaja Ali (1399-1427 M). 4. Juneid (1447-1460 M). 5. Haidar (1460-1494 M). 6. Ali (1494-1501 M). 7. Ismail (1501-1524 M). 8. Tahmasp I (1524-1576 M). 9. Ismail II (1576-1577 M). 10. Muhammad Khudabanda (1577-1787 M). 11. Abbas I (1588-1628 M). 12. Safi Mirza (1628-1642 M). Safi Mirza memiliki jiwa kepemimpinan yang lemah, sangat kejam terhadap para pembesar kerajaan, memiliki sifat cemburu terhadap petinggi kerajaan. Pada masa pemerintahannya kota Qandahar lepas dan diduduki kerajaan Mughal (Sultan Syah Jehan), dan Baghdad direbut oleh Kerajaan Turki Utsmani. 13. Abbas II (1642-1667 M). Abbas II memiliki sifat dan moral yang buruk, dia seorang pemabuk dan suka meminum minuman keras. 14. Sulaiman (1667-1694 M). Sulaiman memiliki sifat kejam terhadap para pembesar kerajaan, dan karena sifatnya dan moral yang buruk, menimbulkan rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintahannya. 15. Husen (1694-1722 M). Pada masa pemerintahannya, Husen memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syiah. 16. Tahmasp II (1722-1732 M). Pada masa pemerintahannya ia bekerja sama dengan Nadhir Khan untuk memerangi bangsa Afghan yang menduduki kota Isfahan. Namun setelah Isfahan bisa direbut kembali, Tahmasp II dipecat oleh Nadhir Khan 1732 M. 17. Abbas III (1732-1736 M). Abbas III diangkat menjadi raja ketika ia masih kecil, sehingga ia tidak berpengalaman dalam memageng pemerintahan. D. Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Daulah Safawiyah 1. Bidang politik, pemerintahan, dan sosial. a. Pada masa pemerintahan Ismail, Safawi berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya sampai ke daerah Nazandaran, Gurgan, Yazd, Dyar Bakr, Baghdad, Sirwan dan Khurasan hingga meliputi ke daerah bulan sabit subur (fortile crescent). b. Pada masa pemerintahan Abbas I, safawi berhasil mengambil kembali daerah-daerah yang lepas dan mencari daerah baru. Abbas I berhasil menguasai Herat (1598 M), Marw, dan Balkh. Kemudian, Abbas I mulai menyerang kerajaan Turki Utsmani dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwani, Ganja, Baghdad, Nakhchivan, Nerivan, dan Tiflis. Kemudian pada tahun 1622 M, Abbas I berhasil menguasai kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas. c. Syah Abbas I membangun angkatan bersenjata yang kuat, besar, dan modern. d. Keadaan politik pada masa Syafawi mulai bangkit kembali setelah Abbas I naik tahta dari tahun 1587-1629 dan dia menata administrasi negara dengan cara yang lebih baik (Marshal G.S. Hodson). Kondisi memprihatinkan Kerajaan Syafawi bisa diatasi setelah raja syafawi kelima, Abbas I naik tahta. Langkah-langkah yang di tempuh Abbas I dalam rangka memulihkan politik kerajaan Syafawi adalah: 1) Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengintrolan dari pusat. 2) Pemindahan ibu kota ke Ishafan. 3) Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Syafawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri atas budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircasia yang telah ada sejak raja Tamh I. 4) Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Ustmani. 5) Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pada khutbah jumat. Reformasi politik yang dilakukan oleh Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan Syafawi kuat kembali. Setelah itu, Abbas I mulai memusatkan perhatiannya merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaanya yang hilang. Selanjutnya, perlu diketahui bahwa kerajaan Syafawi dan Turki Ustmani sebelum abad ke 17 sudah saling bermusuhan dan Syafawi mengalami banyak kekalahan, namun setelah Abbas I naik tahta kerajaan Safawi dalam merebut wilayah kekuasaan Turki Ustmani banyak mengalami kemenangan. Menurut Badriyatim, rasa permusuhan antara dua kerajaan aliran agama yang berbeda ini tidak pernah padam sama sekali. Abbas I mengarahkan serangan-serangannya kewilayah kerajaan Turki Ustmani pada tahun 1602 M. Disaat Turki Ustmani berada dibawah sultan Muhammad III, pasukan Abbas I menyerang dan menguasai Tabriz, Sirwn, dan Baghdad. Sedangkan Nakh Chivan, Erivan, Ganja, dan Tiflis dapat dikuasai tahun 1605-2906 M. Selanjutnya pada tahun 1622 M, pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhab Bandar Abbas. Pada tahun 1902 M, pecahlah perang Turki dengan Austria dan tentara Turki yang lain terpaksa pergi memedamkan pemberontakan kaum Jalaliah (Maulawiyah) di asia kecil. Kesempatan ini diambil oleh Syekh Abbas dan berhasil merebut kembali Tibriz dari tangan Turki.Setelah itu, dirampas juga Sirwan dan akhirnya diambilnya Baghdad kembali yang sudah berkali-kali jatuh ke tangan Turki. Kemudian, ia sanggup menaklukan negeri Kaukasus dan diperkuatnya batas-batas kekuasaan sampai ke Balakh dan Mervi pada bulan maret 1622M. Ia dapat pula merrampas pulai Hurmuz yang telah sekian lama menjadi pangkalan kekuatan bangsa portugis. Sesudah Syekh Abbas I, tidak ada lagi raja Syafawi yang kuat dan akhirnya kerajaan ini dapat dijatuhkan oleh Nadhir Syah. 2. Bidang keagamaan Pada masa Abbas, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa khalifah-khalifah sebelumnya yang senantiasa memaksakan agar syi’ah menjada agama negara, tetapi ia menanamkan sikap teloransi. Menurut Hamka, terhadap politik keagamaan beliau tanamkan paham toleransi atau lapang dada yang besar.Paham Syi’ah tidak lagi menjada paksaan,bahkan orang sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadah nya. Bukan hanya itu saja pendeta-pendeta nasrani diperbolehkan mengembangkan ajaran agamanya dengan leluasa sebab sudah banyak bangsa Armenia yang telah menjadi penduduk setia dikota Isfahan. 3. Bidang ekonomi Stabilitas politik kerajaan Syafawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Syafawi, terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini, salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Syafawi. Di samping sektor perdagangan, Kerajaan Syafawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah bulan sabit subur (fortile crescent). Namun setelah Abbas I mangkat, perekonomian Syafawi lambat laun mengalami kemunduran dan puncak kemundurannya terjadi pada masa kekuasaan Syafi Mirza. Pada saat itu rakyat cenderung merasa masa bodoh karena mereka sudah banyak memperoleh penindasan dari Syafi Mirza, tetapi saudagar bangsa-bangsa asing banyak berdiam di Iran dan mengendalikan kegiatan ekonomi (Hamka). 4. Kondisi Bidang Ilmu Pengetahuan Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila pada masa kerajaan Syafawi, khususnya ketika Abbas I berkuasa, tradisi keilmuan terus berkembang. Berkembangnya ilmu pengetahuan masa Kerajaan Syafawi tidak lepas dari suatu dokrtrin mendasar bahwa kaum Syi’ah tidak boloeh taqlid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Kaum Syi’ah tidak seperti kaum Sunni yang mengatakan bahwa ijtihad telah terhenti dan orang mesti taqlid saja (Hamka). Ilmuan yang melestarikan pemikiran-pemikiran Aristoteles, Al-Farabi, suhrowardi pada sekitar abad ke-17 di Kerajaan Syafawi adalah Mullah Sadr dan Mir Damad (Marshal G.S Hodson). Dalam keterangan lain disebutkan, ada beberapa ilmuan yang selalu hadir di majelis istana, yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi, filosof dan Muhammad Bagir Ibn Muhammad Damad, filosof ahli sejarah, teolog, dan ia adalah seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah(Yatim) Zende, Rud, dan istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman yang ditata secara baik. Ketika Abbas wafat, beliau meninggalkan 162 masjid, 48 akademi, 1.802 penginapan, dan 273 pemandian yang ada di Isfahan (Marshal G.S Hodson). 5. Bidang seni Di bidang seni, kemajuan tampak begitu jelas gaya arsitektur bangunannya, seperti terlihat pada Masjid Syah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, kerajinan karpet, permadani, pakaian, tenunan, mode, embikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tamasp I, Raja Ismail pada tahun 1522 M, membawa seorang pelukis Timur ke Tabriz, pelukis itu bernama Bizhard (Marshal G.S Hodson). Menurut Hamka, pada zaman Abbas I berkembanglah kebudayaan, kemajuan, dan keagungan pikiran mengenai seni lukis, pahat, syair, dan sebagainya. Di antara para pujangga yang gemerlapan bintangnya, ialah Muhammad Bagir Ibn Muhammad Damad, ahli filsafat dan ilmu pasti. Abbas sendiri asyik dengan ilmu tersebut, bahkan tidak segan Abbas mengadakan penyelidikan sendiri. Beliau tidak lengah menggerakan kemajuan pengetahuan-pengetahuan khusus mengenai agama, terutama ilmu fiqh. Di antara ulama besar yang sangat ternama pada waktu itu ialah Baharudin Al-Amili, selain dari seorang ahli agama, beliau juga ahli kebudayaan yang mengetahui soal-soal dari berbagai segi. Pada waktu itu, hidup juga filosof Shadaruddin Asyaerozi, ahli filsafat ketuhanan yang banyak mempengaruhi timbulnya paham bahai yang sekarang mengakui diri mereka agama baru. E. Peninggalan Daulah Safawi Berikut peningglan-peninggalan Daulah Safawiyah, diantaranya: 1. Maidan Imam. Peninggalan bangunan monumental dari masa kejayaan Safawi di Isfahan, sebuah kompleks seluas 500 × 160 meter persegi. Maidan Imam menjadi sebuah simbol utama pemerintahan Daulah Safawi. Lapangan megah ini dikelilingi tembok memanjang pada keempat sisinya. Dimana pada masing-masing sisi terdapat bangunan peninggalan Kerajaan Safawi, yakni Masjid Shah di sisi selatan, Masjid Syaikh Lutfallah di Timur, Istana Ali Qapu di Barat, dan pintu masuk utama kompleks yang terkenal dengan sebutan Bazaar di bagian Utara. 2. Masjid Shah Masjid ini mulai dibangun pada 1611 M, yang terletak di sisi Selatan kompleks Maidan Imam. Keberadaan bangunan masjid ini sebagai simbol penguasa Kerajaan Safawi. Karena itu, masjid ini kemudian disebut Masjid Shah, sebutan untuk penguasa monarki di Persia. Pembangunan masjid ini hingga masa Syah Safi, pengganti Syah Abbas I, belum selesai. Kubah masjid baru selesai dibangun pada 1638 M. 3. Jembatan Khaju Jembatan ini dibangun oleh shah Abbas II yang memiliki fungsi ganda sebagai bendungan untuk mengurai taman di sepanjang sungai Zayandeh. Jembatan ini dibangun pada abad ke-17 M dan memiliki lorong beratap yang dihiasi dengan keramik warna-warni. Jembatan khaju memiliki luas 23 meter persegi dan panjang 105 meter dan lebar 14 meter. 4. Gedung Chahar Bagh Gedung ini dibangun pada masa Shah Husein 1706 yang diperuntukan untuk sarana pendidikan. Letaknya di Chahar-Bagh, salah satu jalan utama di kota Isfahan. Shah Husein memerintahkan pembangunan sekolah ini sebagai pusat pendidikan agama dan ilmu pengetahuan di Isfahan. F. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Syafawi Masa kemunduran dan kehancuran Daulah Safawi di mulai sejak sepeninggal raja Abbas I. Pada masa raja-raja setelahnya kondisi daulah Safawi tidak menunjukan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran, karena kerajaan ketika itu diperintah oleh raja-raja yang lemah dan memiliki perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang respon dan timbul sikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhan daulah safawiyah: 1. Konflik berkepanjangan dengan kerajaan usmani. dimana, menurut kerajaan usmani, kerajaan Shafawi yang beraliran Syiah marupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya . 2. Dekadensi Moral yang melanda para pemimpin kerajaan Shafawi.pemimpin kerajaan Shafawi yang bernama Sulaiman dan husein adalah pecandu berat narkotika, dan menyenangi kehidupan malam sehingga selama tujuh tahun, tak sekalipun mereka menyempatkan diri menangani pemerintahan . 3. Terjdinya konflik Intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana . 4. Adanya pasukan Ghulam (budak – budak) yang di bentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash. BAB III PENUTUP Kesimpulan 1. Kerajaan Syafawi berdiri sejak tahun 1503-1722 M. Kerajaan ini berasal dari sebuah tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Syafawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, safi Al-Din dan nama Syafawi terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan (Yatim, 1997 : 138). 2. Silsilah Raja-Raja Daulah Safawiyah: Safi Al-Din (1252-1334 M), Sadar Al-Din Musa (1334-1399 M), Khawaja Ali (1399-1427 M), Juneid (1447-1460 M), Haidar (1460-1494 M), Ali (1494-1501 M), Ismail (1501-1524 M), Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M), Muhammad Khudabanda (1577-1787 M), Abbas I (1588-1628 M), Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husen (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M). 3. Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Daulah Safawiyah: Bidang politik, pemerintahan, dan social, keagamaan, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan seni. 4. Peninggalan Daulah Safawi, diantaranya: Maidan Imam, Masjid Shah, Jembatan Khaju, Gedung Chahar Bagh. 5. Faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhan daulah safawiyah: a. Konflik berkepanjangan dengan kerajaan usmani. dimana, menurut kerajaan usmani, kerajaan Shafawi yang beraliran Syiah marupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. b. Dekadensi Moral yang melanda para pemimpin kerajaan Shafawi.pemimpin kerajaan Shafawi yang bernama Sulaiman dan husein adalah pecandu berat narkotika, dan menyenangi kehidupan malam sehingga selama tujuh tahun, tak sekalipun mereka menyempatkan diri menangani pemerintahan. c. Terjdinya konflik Intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana . d. Adanya pasukan Ghulam (budak – budak) yang di bentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash. DAFTAR PUSTAKA Irwan. 2015. Tersedia: http://irwantokrc.blogspot.co.id. Online: Rabu, 28 Oktober 2015. Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. Sasongko, A. 2015. Tersedia: http://googleweblight.com Online: Senin, 14 Desember 2015.

Rabu, 24 Mei 2017

Aku lelah karena Lillah

kelelahan kita adalah kumpulan-kumpulan energi untuk melintasi kesalahan berikutnya. hingga kita tidak pernah lelah, bahkan lelah telah lelah mengejar kita. Ada orang yang terus bekerja, namun tidak ada sedikitpun yang ia dapatkan, ia berkata LELAH di saat yang sama, ada orang yang terus berkarya, banyak yang ia telah berikan untuk Allah, ia berkata LILLAH.. :) SAHABAT.. hendaklah kita berpikir sejenak, bagaimana Allah menciptakan sesuatu berpasang-pasangan.. ada atas dan bawah, depan dan belakang, kesulitan dan kemudahan, sedih dan bahagia, tawa dan duka, begitu juga dengan kelelahan, pasti Allah telah menyediakan sesuatu yang indah di balik kelelahan kita. Mungkin Allah telah siapkan sesuatu di luar dugaan kita salah satunya dengan adanya kemudahan dan kebahagiaan di masa yang akan datang. tugas kita selaku Hambanya adalah menikmati dan mensyukuri setiap prosedur dan skenario yang telah Allah atur untuk kira.. :) #karena dengan adanya lelah kita bisa lebih mensyukuri nikmatnya istirahat. :) #goodnigtAll :)

pengembangan kreativitas peserta didik

KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang telah memberikan kami kesempatan dan kesehatan untuk menyusun makalah yang berjudul “PENGEMBANGAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK” ini kami buat untuk melengkapi tugas-tugas kami khususnya di mata kuliah Psikologi Pendidikan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen pembimbing yang telah mengajari kepada kami hal-hal yang tidak kami ketahui tentang Psikologi Pendidikam. Dan kami juga menyadari tugas ini masih banyak kekurangan dan belum sempurna, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dari Bapak/Ibu Dosen dan dari berbagai pihak. Agar bisa membuat tugas ini lebih bagus, kami berharap semoga tugas ini berguna. Bandung, Oktober 2016 Penulis DAFTAR ISI Kata Pengantar……………………………………………………………2 Daftar Isi………………………………………………………………….3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………..4 B. Rumusan Masalah………………………………………………..4 C. Tujuan Penulisan………………………………………………….4 D. Metode dan Teknik Penulisan…………………………………….5 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kreativitas..…………………………………………...6 B. Konsep, Indikator, dan Contoh pengukuran Kreativitas.....…….6 C. Mengaplikasikan Strategi Pengembangan Kreativitas.………….8 D. Memfasilitasi Pengembangan Kreativitas Peserta Didik………...9 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………11 B. Saran……………………………………………………………..11 Daftar Pustaka BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kreativitas bukan hanya dipandang sebagai temuan yang baru, tetapi juga sebagai suatu proses yang memiliki keunikan dipandang dari proses dan pengembangan nya. Kekreatifan seseorang juga dapat dilihat dari proses selama menjalankan kegiatan dan usaha nya tersebut. Atas dasar itu kami menyusun sebuah makalah tentang Pengembangan Kreativitas Peserta Didik. Hal ini menunjukan salah satu bukti konstribusi mahasiswa sebagai kaum intelektual untuk memberi pengetahuan pada masyarakat. Kami mengambil masalah ini karena ingin mengetahui banyak tentang perkembangan kekreativitasan pada peserta didik yang sesungguhnya serta implementasinya dalam kehidupan nyata. B. RUMUSAN MASALAH Adapun masalah-masalah yang akan di bahas dalam makalah ini sebagai berikut: 1. Apa definisi kreativitas? 2. Apa konsep dan indikator kreativitas? 3. Apa faktor-faktor perkembangan kreativitas? 4. Bagaimana strategi pengembangan kreativitas? 5. Bagaimana cara memfasilitaskan peserta didik dalam berkreativitas? C. TUJUAN PENULISAN 1. Memahami definisi kreativitas. 2. Mengetahui dasar perkembangan kreativitas peserta didik. 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kreativitas peserta didik. 4. Memahami fasilitas yang diperlukan untuk perkembangan kreativitas peserta didik. D. METODE DAN TEKNIK PENULISAN Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah Studi Pustaka. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kreativitas Menurut KBBI kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta/daya cipta. Kreatifitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencipta suatu produk baru, atau kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkan dalam pemecahan masalah. Kreativitas juga adalah salah satu potensi ilmiah dalam diri anak yang harus dikembangkang secara optimal. Seperti perkembangan kepribadian, perkembangan kreativitas anak terkait erat dengan pola asuh. Hubungan Guru atau orang terdekatnya dengan anak akan memberikan dasar bagaimana dan sejauh mana anak dapat mengembangkan kreativitasnya B. Konsep, Indikator, dan Contoh Pengukuran Kreativitas Kreativitas yang tampak pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Kreativitas seorang anak bisa muncul jika terus diasah sejak dini. Pada anak-anak, kreativitas merupakan sifat yang komplikatif, seorang anak mampu berkreasi dengan spontan karena ia telah memiliki unsur pencetus kreativitas. Kreativitas meliputi ciri-ciri kognitif seperti kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan redefinisi/pemaknaa. Sedangkan ciri-ciri nonkognitif seperti motivasi, sikap rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan, dan selalu ingin mencari pengalaman baru. Ciri-ciri tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kelancaran adalah kemampuan menghasilkan banyak gagasan. 2. Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan brmacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. 3. Keaslian adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli. 4. Elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terperinci. 5. Redefinisi adalah kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh banyak orang. Karakteristik: SCU Munandar (1984) melakukan penelitian terhadap ahli psikologi tentang pendapat mereka mengenai ciri-ciri kepribadian kreatif , yang hasilnya adalah sebagai berikut: 1. Mempunyai daya imajnasi yang kuat. 2. Mempunyai inisiatif . 3. Mempunyai minat yang luas. 4. Bebas dalam berfikir (tidak kaku dan terhambat). 5. Bersifat ingin tahu. 6. Selalu ingin mendapat pengalaman-pengalaman baru. 7. Percaya pada diri sendiri. 8. Penuh semangat (energetic). 9. Berani mengambil resiko (tidak takut membuat kesalahan. 10. Berani menyampaikan pendapat meskipun mendapat kritik dan berani mempertahankan pendapat yang menjadi keyakinan. Pengembangan kreativitas setiap orang diasumsikan memiliki kemampuan kreatif meskipun dengan tingkat yang seragam. Kreativitas seseorang berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor yang bersumber internal, yaitu : 1. Kondisi kesehatan fisik. 2. Tingkat kecerdasan (IQ), IQ yang rendah dapat menjadi faktor penghambat perkembangan kreativitas. 3. Kondisi kesehatan mental, apabila seseorang sering mengalami sterss, memiliki penyakit amnesia atau neurosis, maka dia cenderung akan mengalami hambatan dalam pengembangan kreativitasnya. Faktor-faktor lingkungan yang mendukung perkembangan kreativitas antara lain : 1. Orang tua atau guru dapat menerima anak apa adanya, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya dia baik dan mampu. 2. Orang tua atau guru bersikap empati kepada anak, dalam arti mereka memahami pikiran, perasaan dan perilaku anak. 3. Orang tua atau guru memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan pendapatnya. 4. Orang tua atau guru memupuk sikap dan minat anak dengan berbagai kegiatan yang positif, seperti perlombaan, karya ilmiah, pidato, dsb. 5. Orang tua atau guru menyediakan sarana-prasarana pendidikan yang memungkinkan anak mengembangkan keterampilannya dalam membuat karya-karya yang produktif-inovatif. (http://pengertian-pengertian-info.blogspot.com//) C. Mengaplikasikan Strategi Pengembangan Kreativitas Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kita memerlukan suatu adaptasi kreatif agar kita dapat mengikuti perubahan serat perkembangan yang terjadi dan dapat menghadapi berbagai masalh yang semakin kompleks. Dengan kreativitas, orang dapat mengaktualisasikan dirinya. Kreativitas juga memberikan kepuaan tersendiri pada invidu dan memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Jadi, perilaku kreatif tersebut perlu dipupuk sejak dini dalam diri perserta didik Sehubungan dengan pengembangan kreatifitas ada empat aspek yang diperhatikan yang lebih dikenal dengan istilah 4P(Ahmad Susanto, 2011:128). Pendekatan 4P dapat dijadikan sebagai strategi dalam mengembangkan kreativitas. Dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pribadi, kreativitas adalah ungkapan keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungan. Dari pribadi yang unik inilah diharapkan timbul ide-ide baru dan inovatif. 2. Pendorong, untuk mewujudkan bakat kreatif siswa diperlukan dorongan dan dukungan dari lingkungan berupa apresiasi dukungan, pemberian penghargaan, pujian, insentif, dan dorongan dalam diri siswa sendiri untuk menghasilkan sesuatu. 3. Proses, untuk mengembangkan kreativitas siswa, ia perlu diberi kesempatan untuk bersibuk secara aktif. Pendidik hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan kreatif. 4. Produk, kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna adalah kondisi pribadi dan lingkungan yaitu sejauh mana keduanya mendorong seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses kreatif. Yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa pendidik menhargai produk kreativitas anak dan mengkomunikasikannya kepada yang lain. D. Memfasilitasi Pengembangan Kreativitas Peserta Didik Kreativitas adalah kemampuan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, berupa kemampuan untuk melahirkan sesuatu yang baru. Seorang guru harus memiliki kemapuan tersebut dan dapat memfasilitasi kreativitas peserta didiknya. Bentuk fasilitas yang diberikan untuk dapat mengembangkan kreativitas itu sendiri, bergantung dari usia peserta didiknya. Karena pada setiap tahap perkembangan terdapat berbagai macam kreativitas yang dimiliki. Contohnya, seorang anak berusia tujuh tahun suka menggambar. Maka guru dapat memfasilitasi kreativitas tersebut dengan cara membuat suatu ruangan untuk pengajaran menggambar, disana terdapat alat-alat menggambar yang dapat dipakai peserta didiknya. Salah satu metode yang dapat dikembangkan untuk memfasilitasi perkembangan kreativitas peserta didik melalui pembelajaran adalah dengan menggunakan sistem PAIKEM. PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inspiratif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Ada beberapa cara untuk memfasilitasi perkembangan kreativitas peserta didik dengan sistem PAIKEM, diantaranya adalah : 1. Melakukan pendekatan inquiry (pencaritahuan/penemuan) Dalam metode ini peserta didik belajar secara aktif dan kreatif untuk mencari pengetahuan. 2. Menggunakan teknik sumbang saran (brain storming) Teknik sumbang saran biasanya juga digunakan dalam pembelajaran dalam bentuk diskusi di kelas, yang dipimpin oleh pendidik. Dalam teknik sumbang saran ini peserta didik akan terbiasa berfikir kreatif. 3. Pemberian contoh (suri teladan) melalui sikap, kebiasaan berfikir dan perilaku pendidik. Peserta didik dapat berupaya meneladani kebiasaan pendidik yang dianggap baikl dalam proses pembelajaran. (http://anislathifah.wordpress.com/memfasilitasi-perkembangan-kreativitas-peserta-didik-melalui-pembelajaran/) BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari paparan atau penjelasan makalah diatas yang berjudul “Pengembangan Kreativitas Peserta Didik” maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk menghasilkan hal baru yang belum pernah ada sebelumnya. Proses untuk menghasilkan hal baru tersebut dapat berasal dari proses imajinatif dari penciptanya sendiri, dapat juga berasal dari informasi dan pengalaman sebelumnya, kemudian pencipta melakukan penggabungan dan pembaharuan dari karya atau gagasan yang pernah ada untuk menghasilkan suatu karya maupun gagasan yang baru. B. Saran Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kedepannya penulis akan lebih detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. DAFTAR PUSTAKA http://pengertian-pengertian-info.blogspot.com// http://anislathifah.wordpress.com/memfasilitasi-perkembangan-kreativitas-peserta-didik-melalui-pembelajaran/ http://arihdyacaesar.com/2010/01/13/peran-orang-tua-dalam-mengembangkan-kreativitas-anak/ http://10125yns.blogspot.co.id/2011/10/pendekatan-empat-p-dalam-pengmbangan.html?=1

karya tulis ilmiah

A. Pengertian Karya Tulis Ilmiah Menurut Brotowijoyo dalam Arifin (1993:2), Karya Tulis Ilmiah adalah “Karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan di tulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar”. Karangan ilmiah harus di tulis secara jujur dan akurat berdasarkan kebenaran tanpa mengingat akibatnya. Kebenaran dalam karya ilmiah bukan merupakan kebenaran normative, melainkan kebenaran objektif dan positif sesuai dengan fakta dan data di lapangan. (Firman Aziz, 2014:49). Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang ilmu tertentu yang ditulis secara sistematis ke dalam bahasa yang benar. Karya tulis yang tidak mengandung penelitian dalam bidang ilmu tertentu tidak dapat dikategorikan sebagai karya tulis ilmiah. Sebaliknya, tulisan yang berangkat dari penelitian yang mendalam dari bidang ilmu tertentu tetapi tidak ditulis secara sistematis, tentu bukan sebuah karya tulis ilmiah. Dalam dunia akademis, karya tulis ilmiah menjadi sesuatu yang wajib ada. Karya tulis ilmiah dalam dunia akademis merupakan sarana untuk mengukur tingkat keilmiahan karya tulis para insan akademisi di perguruan tinggi. Dalam dunia akademis karya tulis ilmiah merupakan salah satu bentuk tanggung jawab intelektual di perguruan tinggi. (Imam Muhtarom, 2016: 13). B. Syarat-Syarat Karya Ilmiah Menurut Denny Oktavina, sebagai karya ilmiah, karya tulis ilmiah ini harus memenuhi syarat-syarat berikut ini: a. Mempunyai masalah dan pemecahan. b. Masalah harus objektif. c. Penyusunan dengan metode tertentu. d. Karangan haruslah lengkap. e. Karangan dikemukakan dengan pemikiran yang sehat. f. Karangan disusun dengan suatu system. g. Bahasa yang digunakan harus efektif. Adapun menurut Cah Samin, syarat-syarat karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut : a. Komunikasi. b. Kata dan kalimat yang disusun penulis hendaknya bersifat denotative. c. Bernalar. d. Ekonomis. e. Berdasarkan landasan teoritis yang kuat. f. Tulisan harus relevan dengan displin ilmu tertentu. g. Memiliki sumber penopang mutakhir. h. Bertanggung jawab. C. Jenis-Jenis Karya Tulis Ilmiah Menurut Arikunto (1995:600) dalam artikel Ridwan (2010), menjelaskan ada empat jenis karya tulis ilmiah ini, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Laporan Penelitian Laporan penelitian adalah uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses kegiatan penelitian. Oleh karena itu, isi laporan penelitian bukan hanya langkah-langkah yang telah di lakukan oleh peneliti saja tetapi, juga latar belakang permasalahan, kerangka berpikir, dukungan teori, metodologi, interprestasi hasil penelitian, kesimpulan dan lainnya yang bersifat memperkuat makna penelitian yang di lakukan. Secara garis besar tujuan penelitian dapat di bedakan menjadi 3 yaitu : a. Para ilmuwan. Karena dengan penemuan melalui penelitian, maka khazanah ilmu pengetahuan akan bertambah luas. Penambahan ilmu berarti bertambah pula tempat berpijak bagi mereka dalam pengembangan pengetahuan lebih lanjut. b. Pemerintah (birokrat atau pengambilan kebijakkan ), yang lain informasi yang di peroleh dari penelitian akan bermanfaat bagi penentuan kebijakan sehingga daya dukung kebijakkan tersebut cukup kuat. c. Masyarakat luas baik individu maupun kelompok. Adanya informasi dari penelitian inilah, maka kehidupan manusia menjadi sempurna dan dipermudah, ingat penemuan mesin mobil, pesawat, kereta, bola lampu, teknologi komputer dan sebagainya yang jelas- jelas mempermudah kehidupan manusia di alam raya ini 2. Kertas Kerja Kertas kerja adalah karya tulis ilmiah yang bersifat lebih mendalam daripada makalah dengan menyajikan data di lapangan atau kepustakaan yang bersifat empiris dan objektif. Kertas kerja pada prinsipnya sama dengan makalah. Kertas kerja dibuat dengan analisis lebih dalam dan tajam. Kertas kerja ditulis untuk dipresentasikan pada seminar atau loka karya, yang biasanya dihadiri oleh ilmuwan. Pada perhelatan ilmiah tersebut kertas kerja dijadikan acuan untuk tujuan tertentu. Bisa jadi, kertas kerja dimentahkan karena lemah, baik dari sudut analisis rasional, empiris, ketepatan masalah, analisis, kesimpulan, atau kemanfaatannya 3. Skripsi Skripsi adalah istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa paparan tulisan hasil penelitian sarjana S1 yang membahas suatu permasalahan/fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku. Skripsi bertujuan agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap mampu memadukan pengetahuan dan keterampilannya dalam memahami, menganalisis, menggambarkan, dan menjelaskan masalah yang berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. Skripsi merupakan persyaratan untuk mendapatkan status sarjana (S1) di setiap Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di Indonesia. Istilah skripsi sebagai tugas akhir sarjana hanya digunakan di Indonesia 4. Makalah Makalah adalah karya ilmiah yang pembahasannya berdasarkan data lapangan yang bersifat empiris-objektif. Makalah juga dapat berupa hasil penelitian yang disusun untuk dibahas dalam pertemuan ilmiah, seperti seminar atau lokakarya. Yang memiliki jumlah halaman yang paling sedikit 15-25 halaman. Makalah memiliki 3 bagian yaitu bagian awal, bagian inti, bagian akhir. Bagian awal terdiri dari sampul, daftar isi, daftar tabel atau gambar (jika ada), bagian inti terdiri dari isi materi yang hendak dibahas dalam makalah tersebut. Bagian inti memiliki latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan makalah, pembahasan, kesimpulan, dan saran. Bagian akhir terdiri dari daftar rujukan dan lampiran (jika ada). 5. Tesis Tesis adalah tulisan karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa tingkat Magister sebagai salah satu syarat meraih gelah Magister. Karakteristik tesis antara lain, fokus ujiannya membahas isu dalam bidang ilmu tertentu, pengujian empiris terhadap posisi teoritis dari bidang ilmu tertentu, mengunaka data primer sebagai data utama dan dapat ditunjang sebagai data sekunder. (Imam Muhtarom, 2016:15). 6. Disertasi Menurut Denny Oktavina, disertasi adalah tulisan ilmiah yang disusun untuk mencapai derajat akademisi doctor (S3). Memiliki maksud menguji pendirian ilmiah mahasiswa terhadap sanggahan penguji. Dalil yang dikemukakan disertasi dibuktikan oleh penulis dengan data dan fakta yang shahih dan analisis yang terinci. 7. Karya Tulis Ilmiah Populer Karya Tulis Ilmiah Populer adalah karya tulis ilmiah berupa opini atau artikel yang dimuat di media massa. Karya tulis ini mengunakan bahasa yang segar karena berhadapan dengan pembaca yang beragam. Penggunaan bahasa dalam opini atau artikel lebih segar, namun demikian opini dan artikel tetap menggunakan kaidah penulisan ilmiah. (Imam Muhtarom, 2016:15). 8. Buku Buku teks, buku diktat, buku modul masuk dalam ragam karya tulis ilmiah. Buku ini digunakan untuk menunjang kegiatan pendidikan di dalam ruangan atau buku panduan pada sebuah program kegiatan tertentu. (Imam Muhtarom, 2016: 16). D. Sistematika Penulisan Karya Tulis Ilmiah Menurut Usep (2011:8), bab-bab yang tercantum pada sistematika hendaknya tidak dianggap sebagai satu-satunya pilihan, apa yang dikemukakan tersebut adalah jumlah bab standar, artinya jumlah bab dapat dikembangkan sesuai kebutuhan. Sistematika tersebut adalah sebagai berikut: a. Judul. b. Nama dan kedudukan tim pembimbing. c. Pernyataan tentang keaslian karya ilmiah. d. Kata pengantar. e. Daftar isi. f. Daftar tabel. (bila ada). g. Daftar gambar. (bila ada). h. Daftar lampiran. (bila ada). i. BAB I : PENDAHULUAN j. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA/LANDASAN TEORITIS k. BAB III : ANALISIS l. BAB IV : KESIMPULAN dan SARAN m. Daftar pustaka. n. Lampiran-lampiran. o. Riwayat hidup penulis. Penjelasan:  Judul Judul dirumuskan dalam satu kalimat yang ringkas dan komunikatif. Judul harus mencerminkan konsisten dan relevan dengan tema yang telah ditentukan.  Tim Pembimbing Kedudukan tim pembimbing ini ditempatkan dalam halaman khusus. Untuk paper atau makalah digunakan dalam istilah yang sama halnya dengan skripsi S-1 dan tesis S-2, yaitu penggunaan istilah-istilah tim pembimbing dengan kedudukan sebagai PEMBIMBING PERTAMA, PEMBIMBING KEDUA. Nama tim pembimbing harus ditulis lengkap dan benar begitu juga dengan gelar akademik maupun gelar-gelar lainnya. Letak penulisan PEMBIMBING PERTAMA dan KEDUA sejajar.  Pernyataan Tentang Keaslian Karya Ilmiah Pernyataan ini menegaskan bahwa karya tulis ilmiah adalah benar-benar karya asli sendiri dan bukan jiplakan atau plagiat.  Kata Pengantar Kata pengantar berisi uraian yang mengantar para pembaca kepada permasalahan yang diteliti atau dibahas, selain itu dapat juga dituliskan ucapan terimakasih dan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah.  Daftar Isi Daftar isi merupakan penyajian sistematika isi secara lebih rinci, selain itu berfungsi untuk mempermudah para pembaca mencari judul atau sub judul isi yang ingin membacanya. Oleh karena itu, dalam daftar isi harus dituliskan secara langsung nomor halamannya.  Daftar Tabel Pada dasarnya, fungsi daftar tabel ini sama dengan daftar isi, yakni menyajikan tabel secara berurutan mulai dari tabel yang pertama sampai dengan tabel yang terakhir.  Daftar Gambar Daftar gambar berfungsi untuk menyajikan gambar secara berurutan dengan masing-masing disebutkan nomor urut gambar dengan menggunakan dua angka Arab seperti dalam daftar tabel.  Daftar Lampiran Daftar lampiran ini mempunyai fungsi yang sama dengan daftar-daftar yang lain yakni menyajikan lampiran secara berurutan.  Bab I : PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Rumusan Masalah. Tujuan Penulisan. Metode dan Teknik Penulisan.  Bab II : TINJAUAN PUSTAKA atau LANDASAN TEORITIS Fungsi dari kajian pustaka adalah landasan teoritik dalam analisis temuan. Dalam prakteknya judul BAB II disesuaikan dengan rumusan masalahnya.  Bab III : ANALISIS atau PEMBAHASAN Pada dasarnya bab ini memuat dua hal utama yaitu pengolahan atau analisis permasalahan untuk menghasilakan pembahasan atau analisis temuan.  KESIMPULAN dan SARAN Dalam bab ini disajikan penafsiran berupa kesimpulan terhadap semua hasil pembahasan atau analisis yang telah diperolehnya. Bisa ditulis dengan cara butir atau per-point, bisa juga dengan cara essai padat.  Daftar Pustaka Daftar pustaka memuat sumua sumber tertulis (Al-Quran, Hadits, buku, artikel, jurnal, dokumentasi resmi atau sumber-sumber lain dari internet. Semua sumber tertulis yang tercantum dalam uraian harus dicantumkan dalam daftar pustaka.  Lampiran Setiap lampiran diberi nonor urut sesuai dengan urutan penggunaannya. Disamping diberi nomor urut lampiran ini juga diberi judul lampiran.  Riwayat Hidup Riwayat hidup dibuat secara padat dan hanya menyampaikan hal-hal yang relevan dengan kegiatan ilmiah, tidak semua informasi tentang yang bersangkutan.

pengertian ilmu rijal hadits

A. Pengertian Ilmu Rijalul Hadits Menurut Achmad Usman (1982: 9), Ilmu Rijalul Hadits merupakan ilmu yang terpenting dalam ulumul hadits, karena ulumul hadits membahas sanad dan matan, sedangkan Rijalul Hadits ialah orang-orang yang meriwayatkan hadits, maka merekalah yang menjadi objek ilmu rijal hadits yang terdiri dari satu taraf ilmu hadits. Ilmu sejarah perawi merupakan ilmu yang mengenalkan perawi hadits dari segi yang berhubungan dengan periwayatan hadits, yakni menerangkan keadaan-keadaan para perawi, tanggal lahirnya, wafatnya guru=guru atau ilmu yang membahas tentang para perawi dan biografinya dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabiu’ tabi’in. (Nuruddin, 1994: 128) Sedangkan menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-Siddiqi (2009: 113) “Ilmu Rijalul Hadist adalah ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, tabi’in maupun dari angkatan sesudahnya. B. Cabangcabang Ilmu Rijalul Hadits Adapun cabang=cabang ilmu rijalul hadits menurut Aceng Zakaria (2014: 209) adalah sebagai berikut: 1. Ilmu Jarah Wa Ta’dil Jarah menurut bahasa ialah mashdar dari jaraha=yajrahu, yaitu apabila terjadi luka pada badannya yang mengakibatkan darahnya mengalir darinya. Sedangkan menurut istilah ialah nampaknya sifat atau cacat yang merusak ‘adalah seorang rawi atau merusak hafalan dan kecerdasannya yang mengakibatkan gugur, lemah atau tertolak riwayatnya. Dalam arti lain jarah artinya cacat, yaitu sifat=sifat yang negatif yang membuat seseorang ditolak haditsnya, seperti pendusta atau pelupa atau cacat yang lainnya. Sedangkan Tajrih yaitu mensifati seorang rawi dengan sifat=sifat (cacat=cacat yang menuntut lemah dan tidak diterima riwayatnya. Adapun Ta’dil ialah mensifati seorang rawi dengan sifat=sifat yang bersih, maka nampaklah ‘adalahnya dan diterimalah berita atau riwayatnya. Atau dengan kata lain ta’dil ialah pernyataan atau penilaian bahwa seseorang itu jujur, tidak pernah berdusta, hafalannya kuat dan yang lainnya yang membuat orang tersebut dapat diterima haditsnya. Dengan demikian, maka diketahuilah bahwa jarah dan ta’dil ialah suatu ilmu untuk meneliti perihal identitas rawi dari segi dapat diterima atau ditolaknya riwayatnya. 2. Ilmu Tarikh ar- Ruwwah Ilmu tarikh ar- ruwwah ialah ilmu untuk mengetahui para perawi hadits yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadits. Dengan ilmu ini akan diketahui keadaan dan identitas para perawi, seperti kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, masa, atau waktu mereka mendengar hadits dari gurunya, siapa yang meriwayatakan hadits darinya, tempat tinggal mereka, dan lain-lain. Sebagai bagian dari ilmu Rijal al- Hadits, ilmu ini mengkhususkan pembahasanya secara mendalam pada sudut kesejarahan dari orang-orang yang terlibat dalam periwayatan Jadi ilmu tarikh ar-ruwah ini merupakan senajata yang ampuh untuk megetahui keadaan rawi yang sebenarnya, terutama untuk membongkar para perawi. C. Faktor faktor Adanya Ilmu Rijalul Hadits Ilmu Rijalul Hadis muncul karena beberapa faktor yang mendorongnya. Diantaranya ada 3 faktor yang melatarbelakangi adanya ilmu rijalul hadits yaitu sebagai berikut: a. Faktor Objektif Tidak seluruh hadits diriwayatkan secara mutawatir, bahkan sebagian besar hadits diriwayatkan secara ahad, meskipun keahadan sanad ada di tingkat sahabat. Sehingga muncul keraguan akan keotentikan hadits yang diriwayatkan secara ahad. b. Faktor Historis Jika dilihat dari sejarah, proses kodifikasi hadits terjadi pada masa yang sangat jauh dari wafatnya Rasulullah SAW, sehingga muncul keraguan akan keotentikan hadits apakah memang benar-benar berasal dari Rasulullah SAW atau tidak. c. Faktor Normatif Faktor normatif yang melatarbelakangi munculnya ilmu rijalul hadits ialah firman Allah SWT dalam QS. Al-Hujurat ayat 6 yang berbunyi: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِين “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (Depag, 2011: 516). (http://dokumen.tips/documents/rijalul-hadits-55a0bba436580.html) D. Riwayat Hidup Beberapa Tokoh Sahabat yang Banyak Meriwayatkan Hadits Dari sekian banyak sahabat, sudah tentu di antara mereka itu mempunyai kelebihan satu sama lain dalam meriwayatkan hadits=hadits. Menurut Achmad Usman (1982: 13) di antara para sahabat yang meriwayatkan lebih dari 1000 hadits, mereka ada 7 orang, yakni: 1. Abu Hurairah Abu Hurairah adalah seorang tokoh yang paling banyak meriwayatkan hadits, ia telah meriwayatkan sebanyak 5,374 buah hadits. Abu Hurairah merupakan nama panggilan. Oleh karena itu, nama asli beliau adalah Abdurrahman bin Sakhar ad Dausie Al Yamani. Abu Hurairah masuk Islam pada tahun ke 7 Hijriyah, beliau adalah ketua penghuni Suffah yang khusus untuk beribadah di dalam masjid Nabi SAW. Di zaman khalifah Umar bin Khatab, Abu Hurairah diangkat menjadi gubernur di Bahrain, kemudian berhenti. Selanjutnya pada zaman khalifah Ali bin Abi Thalib mau diangkat menjadi gubernur lagi tetapi beliau menolaknya, kemudian pada zaman khalifah Muawiyyah diangkat menjadi gubernur di Madinah. Abu Hurairah telah meriwayatkan hadits dari Nabi SAW, Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman Ubai bin Ka’ab, Usamah bin Zaid dan sahabat sahabat yang lain. Orang orang yang telah meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah lebih dari 800 orang sahabat dan tabi’in. 2. Abdullah bin Umar Abdullah bin Umar adalah orang kedua yang banyak meriwayatkan hadits setelah Abu Hurairah. Dia meriwayatkan sebanyak 2.630 buah hadits. Beliau adalah putra kedua khalifah Umar bin Khatab dan saudara dari Hafsah Ummul Mu’minin. Abdullah bin Umar lahir setelah Nabi diutus, dan ia masuk Islam bersama ayahnya yang pada saat itu usianya baru 10 tahun kemudian ia hijrah ke Madinah sebelum ayahnya. Adapun orang orang yang meriwayatkan hadits dari beliau diantaranya Jabir bin Abdillah, Abdullah bin Abbas, putra putri Salim dan lain sebagainya. 3. Annas bin Malik Annas bin Malik adalah orang ketiga yang banyak meriwayatkan hadits. Ia telah meriwayatkan sebanyak 2.286 buah hadits. Ia adalah seorang putra dari ibu yang bernama Ummu Salim binti Milihan. Ibunya menyerahkan Annas bin Malik kepada Rasulullah tatkala beliau berada di Madinah. Dan akhirnya Annas bin malik tinggal dirumah Nabi dan lagi pula ia sangat dicintai oleh Rasulullah. Selama ia tinggal di rumah Rasulullah, tidak pernah Nabi mencelanya dari apa yang dia lakukan. Ia tinggal bersama Rasululah selama 10 tahun. Dengan demikian, maka Annas dapat menyaksikan apa yang tidak dapat disaksikan oleh orang lain terhadap sikap Nabi SAW, selama ia berada dirumah Rasulullah itu. 4. Aisyah Ummul Mu’minin Aisyah adalah orang keempat yang banyak meriwatkan hadits. Dia telah meriwaytkan hadits sebanyak 2.210 buah. Aisyah adalah istri dari Rasulullah SAW, anak dari sahabat Abu Bakar as Shiddiq, dan dia masuk Islam sejak masih kecil. Dia termasuk wanita yang cerdik dan suka menuntut ilmu. Ia termasuk salah seorang istri yang paling banyak meriwayatkan hadits Nabi SAW, bila dibandingkan dengan istri istri Nabi yang lainnya, dan dia tergolong sahabat yang paling faqih. 5. Abdullah bin Abbas Beliau adalah orang yang kelima di antara para sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Ia telah meriwaykan hadits sebanyak 1.660 buah hadits. Abdullah bin Abbas adalah putra dari Al Abbas bin Abdul Muthalib sedangkan ibunya bernama Lubabah bin Alharits Al Hilaliyah. Beliau lahir 3 tahun sebelum hijrah. Rasulullah telah mendoakan kepadanya dengan sabdanya: اللهم فقه في الدين و علمه التاويل Ya allah berilah kepadanya pengertian dari agama dan ajarkanlah ta’wil dan tafsir, maka Allah memperkenankan doa Nabi. Ibnu Abbas terkenal dengan ilmunya yang banyak dan pengertian agamanya yang mendalam sehingga orang dari segala penjuru datang kepadanya untuk meminta fatwa dan meriwayatkan hadits. Beliau memberikan fatwa selama 5 tahun setelah Abdullah bin Masud. 6. Jabir bin Abdillah Beliau adalah orang yang keenam di antara para sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Ia telah meriwayatkan hadits sebanyak 1.540 buah hadits. Pada masa hidupnya ia telah menyaksikan bersama ayah dan pamannya, 70 orang Anshar yang berbaiat kepada Rasulullah untuk menolong dan membantu menyiarkan agama Islam. Karena beliau banyak memiliki ilmu pengetahuan dalam bidang agama Islam, tidak sedikit orang datang kepadanya untuk mempelajari berbagai masalah yang berhubungan dengan Islam. Ia datang di Mesir dan negri Syam. Pada masa itu orang orang yang ingin mempelajari dan mengambil ilmu dari beliau, mereka belajar ataupun mendapatkannya di dalam masjid Nabi di Madinah. 7. Abu Said Al Khudry Beliau merupakan tokoh yang banyak meriwayatkan hadits hadits. Kalau dibandingkan dengan para tokoh terkemuka yang telah disebutkan sebelumnya maka Abu Said AlKhudry adalah merupakan orang yang ketujuh dari sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Ia telah meriwayatkan sebanyak 1.770 buah hadits. Abu Said al Khudry tidak kalah terkenal seperti sahabat sahabat lain, ia mempunyai kemampuan yang tinggi dalam ilmu pengetahuan agama Islam, sehingga dengan demikian cukup banyak orang lain yang belajar mengenai ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan soal soal keagamaan dan soal lainnya.

CARA BERKEPRIBADIAN SEORANG MUSLIM MENURUT Q.S. AL-MU’MINUN AYAT 1-11”.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Ayat dan Terjemah                   •               •                              •     “1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, 3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 4. dan orang-orang yang menunaikan zakat, 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. 7. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. 8. dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. 9. dan orang-orang yang memelihara shalatnya. 10. mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, 11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.” (QS. 23 : 1-11). Abdullah (2003:203). 2.2. Tafsir 1. Perjuangan dan Kemenangan Pada ayat ini dinyatakan bahwa kemenangan pastilah didapat oleh orang yang beriman, orang yang percaya. Hanyalah adanya kepercayaan adanya tuhan jalan satu-atunya untuk membebaskan diri dari perhambaan hawa nafsu dunia dan setan. Bukti iman adalah syarat wajib yang dipenuhi sebagai bukti iman menang mengatasi kesulitan diri sendiri, menang dalam bernegara, dan lanjutan dari kemenangan semuanya itu ialah surga jannatul firdaus. Jadi, perjuangan dan kemenangan yang dimaksud disini adalah perjuangan melawan hawa nafsu dan kemenangan memeranginya. 2. Sholat yang Khusyu Sebagai manusia kita mempuyai naluri rasa takut bahkan, manusia yang berani sekalipun. Kita dipengaruhi oleh rasa takut kemiskinan, kematian, dll. Tidak ada manusia yang dapat membebaskan diri dari rasa takut itu, sebab naluri rasa takut adalah sebagian dari naluri rasa takut mati. Takut mati ialah karena keinginan hendak terus hidup. Dengan mengerjakan shalat maka seluruh rasa takut telah terpusat kepada Tuhan, maka tidaklah ada lagi yang kita takuti dalam hidup ini. Kita tidak takut mati, karena dengan mati kita akan segera bertemu dengan Tuhan untuk mempertanggungjawabkan amal kita selama hidup. Dengan shalat yang khusyu rasa takut menjadi hilang, lalu timbul perasaan-perasaan yang lain, timbullah pengharapan, dan harapan adalah kehendak asasi manusia. Hidup manusia tidak ada artinya sama sekali jika ia tidak punya pengharpan. Khusyu artinya ialah hat yang patu dengan sikap badan yang tunduk. Orang yang beriman pasti shalat, tetapi shalat tidak ada artinya kalau hanya semata gerak badan berdiri, duduk, rukuk, dan sujud. 3. Membenteng Pribadi Hidup kita kita di dunia ini amatlah singkat, oleh sebab itu segala tingkah laku, baik perbuatan atau perkataan hendaklah ditakar sebaik-baiknya. “Al-Laghwi” dari kata “Laghaa” artinya perbuatan atau kata-kata yang tidak ada faidahnya, tidak ada nilainya. Agama tidak melarang suatu perbuatan kalau perbatan itu tidak merusak jiwa. Agama tidak menyuruh, kalau seruan itu tidak akan membawa selamat dan bahagia jiwa. Dengan ayat ini diri pribadi telah dapat dibangunkan dan dapat pula diberi benteng untuk menjaga agar jangan rusak. Karena satu bangunan yaang dibangun kedua kali lebih payah dari pembangunan semula padahal umur berjalan juga. 4. Pembersihan Jiwa Yang dibersihkan bukan jiwa saja bahkan tubuh lahir pun sebab yang lahir adalah cermin yang batin. Sebab iu maka pengeluaran zakat harta yang telah cukup bilangannya dan cukup tahunnya hanyalah sebagian dari usaha membersihkan jiwa. Kalimat “Fa’ilun” yang berarti mengerjakan. Mengerjakan zakat. Dalam ayat ini belum ada perintah mengeluarkan harta dengan bilangan tertentu melainkan barulah peintah yang umum untuk bekerja keras membersihkan perangai, akhlak dan budi. Berlatih diri sehingga kelak bukan harta saja yang diberikan untuk kepentingan agama Allah bahkan nyawa pun dikorbankan apabila telah datang waktunya. 5. Kelamin dan Rumah Tangga Kalau faraj tidak terjaga, jiwanya akan rusak, kesucian akan sirna, dan rumah tangga pecah berderai bahkan menjadi neraka. Berapun uang yang disediakan tidaklah cukup. 6. Tugas dan janji Amanat terbagi dua, yaitu amanat raya dan amanat pribadi. Hanya hati mukmin yang sanggup memikul amanat itu, karena hati mukmin iu lebih luas dari pada langit dan bumi. Mukmin yang baik adalah yang dapat menjalankan tugas dan memenuhi janji. 2.3. Asbabun Nuzul Pada ayat kedua Allah ta’ala berfirman, “Yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Raulullah, apabila dalam shalat, mengangkat kepalanya memandang ke arah langit. Maka turunlah ayat, “Yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya”. Maka beliau menundukkan kepalanya.(Al-Qurtubi:4635) Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengn lafadz, “Rasulullah dahulu menoleh pada waktu shalat.”(Shahih Al-Hakim:393) Said bin Mashur dan Ibnu Sirin meriwayatkan secara mursal dengan lafazh, “Beliau dahulu membolak-balikan pandangannya,maka turunlah ayat ini.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Sirin secara mursal, “Para sahabat dahulu memandang ke arah langit pada waktu shalat, maka turunlah ayat ini.”(Al-Qurtubi:4636). (As-Syuti:2008:384) 2.4. Kaitan QS. Al-Mu’minun Ayat 1-11 dengan Studi Pendidikan Bahasa Arab Berlandaskan pada QS. Al-Mu’minun ayat 1-11, banyak pelajaran yang dapat kita ambil hikmhnya dan kita jadikan pedoman hidup. Jika dikaitkan dengan studi Pendidikan Bahasa Arab, untuk menjadi seoang pendidik yang baik khususnya dalam bidang bahasa Arab yang akan mengajar di lembaga keislaman seperti MI, MTS, MA, ataupun pondok pesantren. Maka sangat peting memiliki kepribadian yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah, karena sosok guru akan sangat dipandang oleh murid-muridya dan dijadikan tauladan. Dengan memahami kepribadian dari surat Al-mu’minun ayat 1 sebagaimana diketahui bahwa salah satu cara yang dilakukan oleh mahasiswa pendidikan bahasa Arab untuk meningatkan keimanan yaitu membaca Al-Quran dan berdoa bersama sebelum proses perkuliahan dimulai. Dalam Al-Quran Surat Al-Mu’minun dijelaskan bahwa kepribadian seorang muslim yang baik ialah yang beriman, menjaga shalatnya dengan khusyu, menjauhi perkataan yang tidak bermanfaat, menjaga kemaluannya, menjaga amanat, dan yang menjaga shalatnya. Untuk itu, karen kita akan menjadi seorang pendidik di masa yang akan dtang, kepribadian ini haruslah dimiliki agar dapat mencetak generasi yang unggul dan berakhlakul karimah. Begitu besar hikmah dari ayat-ayat Al-Qur’an ini yang bisa saya implementasikan dalam kehidupan nyata, banyak yang bisa saya analogikan dan dijadikan pelajaran, sehingga saya bisa belajar banyak dari ayat-ayat ini.

makalah bani umayah di Damaskus

BAB 1 PENDAHULUAN A.Latar belakang Masalah Daulah Bani umayah atau dikenal juga dengan nama Dinasti Bani umayah merupakan masa kekhalifahan setelah berakhirnya masa kekhalifahan khulafaurrasyidin. Daulah bani umayah didirikan oleh muawiyah bin abu sufyan yang dimana muawiyyah tersebut mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah Saw. Dia dikenal sebagai politikus yang handal dan banyak melakukan kebijakan baru terhadap sistem pemerintahan Islam setelah pemerintahan khulafaurrasyidin. Daulah Umayah merupakan salah satu daulah yang sangat berpengaruh dalam perkembangan sejarah kebudayaan Islam karena pada masa pemerintahan yang berlangsung selama kuarang lebih 90 tahun, daulah ini telah memeperoleh berbagai kemajuan baik dalam pemerintahannya mapun dalam segi pendidikannya. Maka dari itu, pada masa ini merupakan masa keemasan atau masa kejayaan bagi umat Islam. Namun pada masa kekhalifahan Yazid bin Abdul Malik mulailah terjadi kekacauan pada sistem pemerintahan Bani Umayah. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pda makalah ini adalah : 1. Siapa dan bagaimana pembentukan Daulah Bani Umayah? 2. Siapa sajakah khalifah yang memimpin pada masa Daulah Bani Umayah di Damaskus? 3. Apa saja kemajuan yang telah dicapai ? 4. Apa penyebab runtuhnya Daulah Umayah ? C. Tujuan Dari rumusan masalah tersebut, maka makalah ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui siapa pendiri dan bagaimana pembentukan Daulah Bani Umayah. 2. Mengetahui para khalifah pada masa Bani Umayah di Damaskus. 3. Mengetahui kemajuan apa saja yang telah dicapai pada masa tersebut. 4. Mengetahui penyebab runtuhnya Daulah Bani Umayah. BAB II PEMBAHASAN A.Pembentukan Daulah Bani Umayah Pendiri Dani Umayah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan yang dilahirkan kira-kira 15 tahun sebelum hijrah. Muawiyah memeluk Islam pada umur 23 tahun pada hari penaklukan kota Mekah bersama dengan penduduk kota mekah yang lainnya. Sebelum menjadi khalifah, Muawiyah memiliki peranan penting, seperti pada zaman Rosulullah Saw beliau diangkat menjadi anggota sidang dalam penulisan wahyu. Muawiyyah pun banyak meriwayatkan hadis baik dari Rosulullah langsung maupun dari para sahabat terkemuka. Lalu pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Muawiyyah diangkat menjadi gubernur Yordania sedangkan Yazid menjadi gubernur daerah Damaskus. Namun Yazid meninggal disebabkan oleh penyakit sehingga damaskuspun diambil alih oleh Muawiyyah. Kemudian pada masa pemerintahan utsman bin affan, semua daerah Syam diberikan kepada Muawiyyah. Ia diberi kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat yang membantunya. Pada waktu itu Muawiyyah telah berhasil menjadi gubernur selama 20 tahun. Ketika masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib berakhir karena terbunuhnya Ali, kemudian diangkatlah Hasan bin Ali sebagai khalifah selanjutnya. Namun pada masa itu Hasan mengahadapi banyak kesulitan seperti apa yang tealh dialami oleh ayahnya dan ia merasa tidak memiliki kemampuan untuk menghadapinya sebagaimana apa yang telah ayahnya lakukan. Dan juga keinginannya untuk menghentikan pertumpahan darah yang terus berlangsung dan untuk menyatukan umat Islam pada masa itu. Sehingga akhirnya hasanpun bersedia mengundurkan diri dari jabatannya. Namun sebelumnya hasan mengajukan beberapa syarat kepada Muawiyyah diantaranya yaitu : 1. Agar Muawiyyah tidak menaruh dendam apapun pada penduduk Irak 2. Menjamin keselamatan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka 3. Pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukan kepadanya dan diberikan setiap tahun 4. Muawiyah membayak kepada saudaranya, Husen sebanyak 2 juta dirham 5. Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdi Syams Dan akhirnya pada bulan Rabi’ul Akhir, tahun 41 H, dimana dia bertemu dengan Hasan di Kufah dan banyak orang yang akan membai’ahnya menjadi khalifah. Hasan dan Husen turut pula membai’ahnya. Kemudian dia kembali ke Damaskus yang ditetapkannya sebagai ibu kota kerajaannya. Daulah Bani Umayah berkuasa selama kurang lebih 90 tahun (41-132 hijriah atau 661-750 masehi). Dengan 14 orang khilafah yang dimulai dari Muawiyah bin Abu Sufyan dan diakhiri oleh Marwan bin Muhammad. Pada awalnya pemerintahan dinasti Bani Umayah bersifat demokrasi lalu berubah menjadi kerajaan. Pusat pemerintahannya berada di Damaskus bermaksud agar lebih mudah dalam memerintah, karena Muawiyah suda lama memegang kekuasaan di daerah tersebut. B. Para Khalifah Di Masa Daulah Bani Umayah Di Damaskus Adapun para khalifah yang memimpin pemerintahan pada masa daulah bani umayah antara lain : 1. Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M 2. Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M 3. Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M 4. Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M 5. Abdullah bin Zubair bin Awwam, (peralihan pemerintahan, bukan Bani Umayyah). 6. Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M 7. Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M 8. Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M 9. Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M 10. Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M 11. Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M 12. Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M 13. Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M 14. Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M C. Kemajuan yang Dicapapai Selama 90 tahun pada masa pemerintahannya, Bani Umayah telah melakukan perubahan pada pemerintahannya yang sangat berpengaruh pada kehidupat islam selanjutnya. Tidak hanya merubah sistem pemerintahan, namun Bani Umayahpun memiliki beberapa prestasi yang dicapai pada masa pemerintahannya, diantaranya yaitu : 1. Pemindahan ibukota ke damaskus Untuk mengantisipasi tindakan-tindakan yang timbul dari reaksi pembentukan kekuasaannya. khususnya dari kelompok yang tidak menyukainya. Langkah awal yang diambilnya adalah memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Karena jika dilihat kembali, ada 2 faktor penyebab dipindahkannya ibu kota ke Damaskus, yaitu karena di Madinah merupakan pusat pemerintahan masa sebelumnya yaitu khulafaurrasyidin. Dan karena kota Damaskus adalah pusat kekuatan Muawiyah karena muawiyah pernah menjadi gubermur di daerah tersebut kurang lebih selama 20 tahun. 2. Merubah Sistem Pemerintahan Menjadi Kekerajaan Pada awalnya sistem pemerintahan pada masa Bani Umayah bersifat demokrasi lalu berubah menjadi feodal atau kerajaan. Karena jika dilihat dari sistem pemerintahan sebelumnya, yaitu khulafaurrasyidin, mereka terpilih dengan cara musyawarah. Namun pada masa Bani Umayah, Muawiyah berfikir jika kekuasaan terbesar berada sepenuhnya di keluarga Bani Umayah. Namun hal tersebut melahirkan pertentngan dari orang-orang yang tidak sejalan dengan muawiyah. Dan akhirnya masalah ini menimbulkan banyak konflik. 3. Penguatan Militer dan Kebijakan Ekspansi Pada masa pemerintahan Umar organisasi militer yang dibentuk diikuti oleh bala tentara yang didasari oleh dasar kesadaran sendiri. Namun pada masa pemerintahan Bani Umayah bala tentara yang dibentuk didasarkan atas paksaan. Bahkan pada masa Abdul Malik bin Marwan diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nidzom at-Tajdid Al-Ijbari). Hal ini dilakukan karena diadakannya perluasan pemerintahan pada masa ini. Pada masa Daulah Bani Umayah sangat gencar sekali perluasan kekuasan, mulai dari perluasan jalur darat maupun di jalur laut.sehingga pada akhirnya wilayah kekuasaan islam pada Masa Bani Umayah sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah. 4. Penataan Administrasi Negara. Hal-hal tersebut meliputi: a. Merancang Pola Pengiriman Surat (Post).Mu’awiyah yang mengawali kebijakan ini kemudian dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini, semakin ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu. b. Meresmikan Lambang Kerajaan. Sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah. c. Membentuk Lembaga Pemerintahan, yaitu: 1) An-Nizam al-Siyasi : lembaga politik 2) An-Nizam al-Mali : lembaga keuangan 3) An-Nizam al-Idari : lembaga tata usaha Negara 4) An-Nizam al-Qada’i : lembaga kehakiman 5) An-Nizam al-Harbi : lembaga ketentaraan 6) Diwan al-Kitabah : lembaga sekretaris negara d. Membentuk semacam Dewan Sekretaris Negara (Diwan al-Kitabah) untuk untuk mengurus berbagai urusan pemerintahan, meliputi: 1) Katib al-Rasail : sekretaris administrasi 2) Katib al-Kharraj : sekretaris keuangan 3) Katib al-Jundi : sekretaris tentara 4) Katib as-Syurthah : sekretaris kepolisian 5) Katib al-Qadhi : sekretaris kehakiman 5. Kemajuan di Bidang Arsitektur Bani Umayyah mencatat suatu pencapaian yang gemilang di bidang seni, terutama seni bangunan (Arsitektur).[24]Teknik arsitektur merupakan hal yang sangat diperhatikan pada masa ini diantaranya karena pengaruh dari Byzantium. Diantara bangunan penting yang dibangun dengan teknik arsitektu tinggi yaitu: a. Masjid Damaskus b. Masjid Agung di Kufah (Irak) c. Kubah Batu Karang (dome of the rock) 6. Kemajuan pengetahuan dan sastra Kemajuan dalam pemikiran menjadi salah satu proses kemajuan dalam bidang pengetahuan dan sastra.maka para penguasa menjadikan Kufah dan Basrah sebagai alternatif Mekah dan Madinah sebagai tempat perkembangan ilmu pengetahuan. Daulah ini juga mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya memunculkan nama- nama besar seperti Hasan al-Basri, Bin Shihab al-Zuhri dan Washil bin Atha. Bidang yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadits, fikih, dan kalam. Selain itu, muncullah penyair-penyair yang terkenal, diantaranya: Umar Bin Abi Rabiah (w. 719 m.), Jamil al-Udhri (w. 701 M.), Qays Bin al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih dikenal dengan nama Majnun Laila, al-Farazdaq (w 732M.), Jarir (w. 792 M) dan al-Akhtal (w. 710 M.). pada masa tersebut juga mulai muncul berbagai ilmu pengetahuan seperti : ilmu filsafat, ilmu tarikh, ilmu nahwu dan lain sebagainya. Pada masa ini juga ada beberapa ulama hadis yang terkenal, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Bin Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri as-Sya’bi. D. Penyebab Runtuhnya Daulah Bani Umayah Kemunduran Bani Umayyah disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinansti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Mutholib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah. Dan kaum Mawali (non-Arab) yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Bani Umayyah. Mereka orang non-Arab derajatnya dianggap lebih rendah, misalkan ada tunjangan dari negara maka tunjangan mereka harus lebih sedikit dari orang Arab.Pada Masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum islam semakin runcing. Perselisian ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan timur lainya merasa tidak puas karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas. Ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperhatikan pada Masa Bani Umayyah.Kelalaian kholifah dalam urusan administratif dan tidak adanya perhatian terhadap tugas-tugas Negara membuat Bani Uamayah sangat tidak disukai. Para pejabatnya banyak yang koruposi, banyak yang mementingkan diri sediri dan akibatnya pemerintahan menjadi lamban dan tidak efisien. Persaingan antar suku yang sudah lama, tidak semakin membaik tetapi malah semakin buruk banyak penentangan dari kaum Syiah yang tidak melupakan tragedi Karbala. Ketidakacuan serta perlakuan kejam terhadap keluarga Nabi, kutukan terhadap khutbah-khutbah dan propaganda anti Bani Ali memeperkuat Bani Umayyah. Kaum Syiah memperoleh simpati rakyat karena kecintaan mereka yang sepenuh hati terhadap keturunan Nabi.Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai konflik politik yang terjadi di Masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (Para Pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di Masa awal dan Akhir maupun secara tersembunyi seperti di Masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.Sistem pergantian Khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi Tradisi Arab, yang lebih menentukan aspek senioritas, pengaturanya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian Khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan Anggota keluarga istana. Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan Orang-orang Bani Abbasiyah yang menjalar-jalar dan membunuh setiap orang dari Bani Umayyah yang dijumpainya. Demikianlah, Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur melemah. Kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti Bani Abbasiyah pada Masa Khalifah Marwan bin Muhammad pada tahun 127 H/744 M, (Khalifah terakhir dari Bani Umayyah).   BAB III PENUTUP A.kesimpulan Bani Umayah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan setelah dirinya dibai’ah oleh penduduk pada masa itu setelah Hasan mengundurkan diri dari kekhalifahannya yang menggantikan Ali setelah Ali bin Abi Thalib wafat. Didirikan sekitar tahun 41 Hijriah atau 661 Masehi. Daulah Bani Umayah berkuasa selama kurang lebih 90 tahun (41-132 hijriah atau 661-750 masehi). Dengan 14 orang khilafah yang dimulai dari Muawiyah bin Abu Sufyan dan diakhiri oleh Marwan bin Muhammad. Pada masa pemerintahnya Daulah Bani Umayah telah mengalami masa kejayaan. Diantara prestasi yang telah didapa antara lain perluasan daerah kekuasan dan masih banyak lagi. Namun kekuasaanya berakhir karena sistem pemerintahannya yang melemah dan juga adanya penyerangan oleh Bani Abasiyah. B.Saran Dari cerita sejarah yang ada kita mengetahui masa kejayaan islam, dan semoga dari ini semua muncul rasa ingin tahu yang lebih tentang sejarah kebudayaan islam yang lainnya. Sehingga dapat menimbulkan rasa bangga pada dirinya.   DAFTAR PUSTAKA Nizar, S. (2009). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Syalabi, A. (1997). Sejarah Dan Kebudayaan Islam. Jakarta. Perpustakaan Nasional. http/wikipedia.org

makalah utsman bin affan

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Utsman Bin Affan ini dengan b aik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada bapak dosen mata kuliah Hadharah Islamiyah UPI yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kami Utsman Bin Affan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang telah kami buat untuk kesempatan selanjutnya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan. Bandung, Februari 2017 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah 2 C. Tujuan Penulisan Makalah 2 D. Metode Penulisan Makalah 2 BAB II PEMBAHASAN 3 A. Biografi Utsman Bin Affan B. Sifat – sifat Utsman Bin Affan 3 C. Pengangkatan Utsman Bin Affan menjadi Khalifah 5 D. Peradaban Islam pada masa Utsman Bin Affan 7 E. Faktor yang menyebabkan munculnya Fitnah Al-Kubra 10 F. Peristiwa terbunuhnya Utsman Bin Affan 11 BAB III PENUTUPAN 15 A. Kesimpulan 15 B. Saran 15 DAFTAR PUSTAKA 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setelah Nabi Muhammad saw. wafat keberlangsungan agama Islam dipegang oleh para sahabat Nabi saw. sahabat nabi yang mendapat tugas amanah yang besar itu disebut Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin ini adalah empat sahabat terdekat nabi yaitu Abu Bakar As-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, Ali Bin Abi Thalib. Mereka ini adalah yang menggantikan kepemimpinan nabi dan juga mengurus masalah keagamaan umat islam pada masa itu. Dalam konteks peradaban, Islam menampilkan peradaban baru yang esensinya berbeda dengan peradaban sebelumnya. Peradaban yang ditinggalkan Nabi misalnya, jelas sangat berbeda dengan peradaban Arab di zaman Jahiliyyah. Dengan demikian, Islam telah melahirkan revolusi kebudayaan dan perdaban. Misalnya, pembukuan al-Quran yang dinamakan Mushaf ‘Utsmani pada zaman Khalifah Utsman Bin Affan, yang telah digunakan sebagai pegangan bagi umat sampai saat sekarang ini, sehingga segala perbedaan yang timbul dalam soal qira’at dan lain-lain dapat dikendalikan. Makalah ini ditulis oleh penulis untuk menjelaskan tentang latar belakang pengangkatan Khalifah Utsman Bin Affan dan bagaimana peradaban islam pada masa itu. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana proses pengangkatan Utsman Bin Affan menjadi Khalifah? 2. Bagaimana peradaban islam pada masa Utsman Bin Affan ? 3. Apa faktor- faktor yang menimbulkan terjadinya Fitnah Al-Kubra ? C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH 1. Untuk mengetahui bagaimana proses pengangkatan Utsman Bin Affan menjadi Khalifah 2. Untuk mengetahui sejarah peradaban islam pada masa Utsman Bin Affan 3. Untuk mengetahui faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya Fitnah Al-Kubra D. METODE PENULISAN MAKALAH Metode penulisan dalam pembuatan makalah ini yaitu dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan pembahasan materi, baik berupa buku maupun informasi dari internet. BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Utsman Bin Affan Nama asli beliau adalah Utsman Bin Affan bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdi Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib Al-Quraisy Al-Umawi Al-Makki Al-Madani. Nasabnya bertemu Nabi pada kakek yang keempat, yaitu Abdu Manaf. Utsman Bin Affan lahir enam tahun setelah Tahun Gajah, tepatnya pada 47 S.H. Usianya enam tahun lebih muda daripada Rasulullah saw. Ia dilahirkan di Taif, daerah yang paling subur di kawasan Hijaz. Ia memeluk agama Islam karena ajakan Abu Bakar, dan menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi saw. Ia sangat kaya tetapi berlaku sederhana, dan sebagian harta kekayaannya digunakan untuk kepentingan Islam. Sepanjang hayatnya Utsman banyak mengikuti peperangan bersama kaum muslim, kecuali Perang Badar. Saat itu, ia tidak ikut berperang karena harus merawat istrinya Ruqayyah yang sedang sakit. Sepulang dari Perang Badar, Rasulullah saw. mendapati putrinya telah wafat. Untuk menghibur Utsman, beliau menikahkannya kepada putri yang lain, Ummu Kulsum. Karena kedua pernikahan itulah Utsman mendapat julukan “Dzunnurain” yang artinya pemilik dua cahaya. Dialah satu-satunya sahabat yang menikah dengan dua putri Nabi. B. Sifat- sifat Utsman Bin Affan Nabi saw menjelaskan sifat- sifat Utsman Bin Affan di dalam haditsnya “Umatku yang benar- benar pemalu adalah Utsman “. Utsman memiliki sifat malu yang luar biasa dan rasa malu ini bertambah ketika bertemu dengan orang lain. Karena teramat pemalu, bahkan malaikat pun merasa malu kepada Utsman bin Affan. Aisyah menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah sedang berbaring di rumah. Saat itu kaki beliau tersingkap. Tiba- tiba Abu Bakar datang, dan beliau tetap berbicara dalam keadaan seperti itu. Selanjutnya Umar datang, dan beliau tetap berbicara dalam keadaan seperti itu. setelah itu Utsman datang. Tiba- tiba Rasulullah duduk dan membenarkan pakaiannya. Utsman masuk dan ikut berbincang-bincang dengan mereka. Setelah keluar, Aisyah berkata kepada Rasulullah, “ketika Abu Bakar masuk, engkau tidak membenarkan pakaianmu. Setelah itu Umar masuk, tetapi engkau bergeming. Tetapi ketika Utsman masuk, engkau duduk dan membenarkan pakaianmu. Rasulullah bersabda, “Tidakkah aku malu pada orang yang malaikat pun malu kepadanya?!” Abdul Wahab an- Najar menyebutkan sifat- sifat Utsman sebagai berikut: “Adapun usman adalah mulia sifatnya, dermawan, menyerahkan hartanya untuk taat kepada Allah ‘azza wa jalla, tinggi agamanya sampai Utsman menyerahkan 10 persen dari hartanya yang tidak dilakukan oleh orang lain. Utsman juga mempersiapkan tentara dengan 1000 unta dan 500 kuda. Selain sifat di atas Utsman juga terkenal dengan sangat lunak, pemaaf, murah hati, percaya, tangguh, mudah tersentuh hatinya.” C. Pengangkatan Utsman bin Affan menjadi Khalifah Sebelum khalifah Umar Bin Khattab wafat, ia membentuk dewan yang beranggotakan enam orang sahabat yang saat itu dianggap paling tinggi tingkatannya, yang bertugas memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang kelak menjadi penggantinya. Keenam anggota dewan itu adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrohman bin Auf, Ibnu Umar, dan Sa’ad bin Abi Waqqas. Ketua dewan dipegang oleh Abdurrohman bin Auf. Setelah dimusyawarahkan di rumah Abduurrohman bin Auf, akhirnya mayoritas suara memilih Utsman bin Affan sebagai khalifah pengganti Umar bin Khattab. Utsman bin Affan dilantik menjadi khalifah pada hari ketiga setelah wafatnya Umar bin Khattab. D. Peradaban Islam pada masa Utsman bin Affan 1. Kodifikasi Al-Qur’an Setelah kaum muslim bersepakat membaiat Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga setelah Abu Bakar al-shiddiq r.a. dan Umar bin Khattab r.a. ketika ditinggalkan oleh Umar bin Khattab, umat islam berada dalam keadaan yang makmur dan bahagia. Kawasan dunia muslimpun telah bertambah luas. Khalifah Umar berhasil menciptakan stabilitas sosial politik didalam negeri sehingga ia dapat membagi perhatiannya untuk memperluas wilayah islam. Dan ketika Usman menjabat sebagai khalifah, ia meneruskan sebagian besar garis politik Umar. Ia melakukan berbagai Ekspedisi untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru. Perluasan itu memunculkan situasi sosial yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Banyak hal baru yang harus diantisipasi oleh penguasa muslim untuk menyatukan umat, yang terdiri atas berbagai suku dan bangsa. Salah satu hal yang muncul akibat perluasan wilayah islam adalah munculnya berbagai perbedaan qira’ah Al-qur’an. Itu karena setiap daerah memiliki dialeg bahasa tersendiri, dan setiap kelompok umat islam mengikuti qiroah para sahabat terkemuka. Sebagaimana diketahui ada beberapa orang sahabat yang menjadi kiblat atau rujukan bagi kaum muslim mengenai bacaan Al-qur’an. Dimasa Rosulullah dan dua khalifah sebelumnya keadaan itu tidak menimbulkan permasalahan karena para sahabat bias mencari rujukan yang pasti mengenai bacaan yang benar dan diterima. Namun seiring perubahan zaman dan perbedaan latar belakang sosial budaya mayarakat islam, persoalan itu semakin meruncing dan berujung pada persoalan aqidah. Sebagian kelompok umat menyalahkan kelompok lain karena perbedaan gaya dan qiraah Al-qur’an. Bahkan mereka saling mendustkan, menyalahkan bahkan mengkafirkan. Kenyataan itu mendorong usman untuk berijtihad melakukan sesuatu yang benar-benar baru. Pada akhir 24 H awal 25 H, Usman mengumpulkan para sahabat lalu empat orang diantara mereka menyusun mushaf yang akan menjadi rujukan umat islam. Keempat kodifikasi panitia itu adalah para penghafal al-Qur’an yang telah dikenal baik yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said ibn al-Ash dan Abdurrahman ibn al-Harist ibn Hisyam. Panitia kodifikasi itu bekerja sangat cermat dan hati-hati.mereka menghimpun berbagai qiraah yang ada ditengah umat kemudian memilih salah satunya yang dianggap paling dipercaya. Mereka langsung menuliskan dalam satu mushaf lafal atau bacaan yang disepakati bersama. Yang tersusun rapi dan sistematis. Panitia kodifikasi Al-qur’an bekerja dengan cermat, teliti, dan hati-hati sehingga menghasilkan sebuah mushaf. Sebetulnya karya itu bukan murni dilakukan khalifah Usman, karena gagasan itu telah dirintis sejak kepemimpinan Abu Bakar dan diteruskan khalifah Umar. Mushaf usmani itupun tuntas disusun dan mushaf-mushaf lain yang berbeda dari mushaf utama itu diperintahkan untuk dibakar. 2. Renovasi Masjid Nabawi Selain mengkodifikasi Al-Qur’an, pada masa khalifah Utsman bin Affan juga dilaluka perluasan Masjid Nabawi serta memperindah bentuk dan coraknya. 3. Pembentukan angkatan laut Pada masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk angkatan laut yang bertujuan untuk melindungi wilayah Afrika dari serangan Romawi. Hal itu atas usulan dari Muawiyah bin Abu Sufyan yang saat itu menjabat sebagai gubernur Suriah. 4. Perluasan dakwah islam Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, dakwah islam semakin meluas. Wilayah Azerbaijan, dengan izin Allah swt., menerima dakwah Islam dibawah pimpinan Said bin Ash dan Huzaifah bin Yaman. Wilayah Armenia juga dapat diraih oleh dakwah di bawah pimpinan Salman bin Rabi’ah al- Bahiy. Pada umumnya, mereka lebih suka berada di bawah pemerintahan Islam daripada dikuasai kekaisaran Romawi. E. Faktor yang menyebabkan munculnya Fitnah Al-Kubra Usman bin Affan diangkat menjadi khalifah berumur 70 tahun melalui proses persetujuan dari dewan majelis syuro yang bersama-sama membaiat khalifah Usman. Usman bin Affan memiliki cara tersendiri dalam menjalankan pemerintahan dan memiliki karakter yang berbeda dengan khalifah Umar bin Khattab yang terkenal dengan ketegasannya. Sementara khalifah Usman terkenal dengan kelembutan dan belas kasihnya kepada orang lain terlebih kepada keluarganya. Apabila dicermati bahwa kelembutan Usman bin Affan juga disebabkan umur beliau yang sudah lanjut. Sangat menusiawi jika manusia yang sudah berumur memiliki sifat-sifat yang mulia serta berkasih sayang terlebih kepada keluarganya serta butuh dukungan dari orang-orang yang dekat kepada beliau. Tentang keutamaan dan sifat-sifat mulia Usman bin Affan tidak menghentikan langkah bagi orang-orang yang tetap tidak suka dan ingin menggulingkan khalifah Usman. Ketidaksukaan orang-orang ini disebut dengan fitnah al-Kubra yakni munculnya tuduhan miring kepada Usman bin Affan sehingga muncul di kalangan umat ketidak percayaan kepada khalifah serta muncul niat dan mosi tidak percaya kepada khalifah. Menurut Murodi munculnya fitnah al-Kubrayang berakhir dengan pemberontakan pada masa Usman bin Affan adalah sebagai berikut: 1. Perbedaan karakter yang dimiliki oleh Umar bin Khattab dan Usman bin Affan. 2. Visi politik Usman yang memperbolehkan kaum muhajirin untuk keluar madinah yang pada masa khalifah Umar hal ini dilarang. 3. Perubahan sosial dari negara islam menjadi negara besar internasional, masyarakat semakin komplek serta adanya generasi muslim baru, serta terjadinya pergulatan budaya dan interaksi sosial yang mengakibatkan ambisi pribadi fanatisme kesukuan dan golongan dan tidak patuh masyarakat kepada pemerintah. 4. Merabaknya kelompok saba’iyyah yang dimotori oleh Abdullah bin Saba’ ia merupakan yahudi dari yaman dan sebagai otak dari berbagai kerusuhan dan fitnah dengan menampilkan konsep “wasaya”. F. Peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan Fitnah yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak suka kepada khalifah Utsman bin Affan semakin tersebar diberbagai kota. Gagasan mosi tidak percaya kepada khalifah Utsman semakin luas dan tidak pernah berhenti. Mereka mengajak seluruh kaum muslimin untuk pergi ke Madinah menghadap kepada khalifah untuk menyampaikan mosi tidak percaya kepada para pejabat yang diangkat oleh Utsman. Jumlah para penyebar fitnah sekitar 1000 orang mereka menyusun strategi dengan membagi menjadi beberapa kelompok, tugas untuk meyebar fitnah di Mesir adalah Abdullah bin Saba’ dan al-Ghifaqi bin Harb, di Kufah disebarkan oleh Amr bin Ashm dan Zaid bin Shaujan Al-Abdi, di Basrah disebarkan oleh Harqus bin Zahir dan Hakim bi Jabalah Al-Abdi. Pada awalnya mereka datang ke Madinah hanya ingin menyampaikan kepada Utsman bahwa mereka meminta khalifah Utsman bin Affan mengganti gubernur dan pejabat yang menyeleweng, setelah permintaan mereka dikabulkan oleh Utsman mereka kembali ke Mesir dengan di komandoi oleh Muhammad bin Abu Bakr. Ditengah perjalanan mereka menemukan surat yang diberi stempel atas nama Utsman bin Affan yang berisi perintah kepada Gubernur Mesir untuk membunuh Muhammad bin Abu Bakr dan kaumnya. Surat ini menjadi dasar bagi kemarahan para pemberontak dan mereka segera meminta penjelasan kepada Utsman. Sekembalinya dari mereka ke Madinah, Muhammad bin Abu Bakr bertemu Ali bin Abi Thalib tentang alasan mereka kembali kemudian Ali menjelaskan bahwa surat itu palsu. Namun keadaan semakin gawat karena pemberontak Muhammad bin Abu Bakr segera menyerbu rumah Utsman bin Affan. Pada saat itu Utsman berada di dalam rumah dan rumah beliau dijaga oleh orang-orang Muhajirin dan Anshar berjumlah 700 orang. Utsman bin Affan lantas menyampaikan nasehat kepada pemerontak tidak dibenarkan mengalirkan darah seorang muslim, kecuali karena tiga alasan, kafir, berzina dan membunuh. Namun nasihat ini tidak dihiraukan oleh kaum pemberontak sehingga mereka terus mengepung rumah Utsman bin Affan selama 40 hari serta tetap bersikap kasar kepada Utsman bin Affan kemudian pemberontak dapat masuk kerumah dan mendapati Utsman sedang dalam membaca Al-Qur’an dan sedang berpuasa lalu mereka membunuh Utsman bin Affan dengan kejam. BAB III PENUTUPAN A. Kesimpulan Khalifah Usman bin Affan terpilih menjadi khalifah melalui proses musyawarah yang dilakukan oleh dewan syura selanjutnya Usman bin Affan dibait untuk menjadi khalifah yang ketiga. Masa kekhalifahan Usman bin Affan selama 12 tahun dalam menjalankan pemerintahan Usman bin Affan melanjutkan cara-cara yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab yakni memperluas daerah kekuasaan hingga sampai ke daerah Cyprus, serta membentuk baitul al-Mal. Peradaban pada masa khalifah Usman ditandai oleh perluasan daerah kekuasaan dengan dibentuknya armada-armada laut yang handal sehingga dapat mengalahkan kekuatan Romawi. Hal ini juga mengisyaratkan adanya teknologi yang dimiliki pada saat itu cukup memadai dan sangat canggih. Selain itu peradaban ini tandai dengan keahlian para penulis wahyu yang semakin banyak serta mampu menghimpun Al-Qur’an dalam satu bentuk mushaf Usmaniyah. pada masa ini juga telah dikenal pengesahan surat dengan menggunakan stempel. B. Saran Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyajikan makalah namun penulis sadari dalam makalah ini masih dapat kekurangan dan perlu untuk diperbaiki lagi. Untuk itu penulis mengharap saran dan kritik yang membangun agar dijadikan dasar dalam menyempurnakan makalah ini. Atas saran dan kritik yang disampaikan diucapkan terima kasih. DAFTAR PUSTAKA Murad, Musthafa. (2012). Kisah Hidup Utsman Ibn Affan. Jakarta: Zaman Syalabi, A. (2000). Sejarah Dan Kebudayaan Islam Jilid I. Jakarta: PT Al- Husna Zikra Hadi, Nur. (2012). Ayo Mengkaji Sejarah Kebudayaan Islam untuk MA untuk Kelas XII. Erlangga

Dinasti Fatimiyah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Loyalitas terhadap Ali bin Abi Thalib adalah isu terpenting bagi komunitas Syi’ah untuk mengembangkan konsep Islamnya, melebihi isu hukum dan mistisme. Pada abad ke-VII dan ke-VIII M, isu tersebut mengarah kepada gerakan politis dalam bentuk perlawanan kepada Khalifah Umaiyah dan Khilafah Abbasiyah. Meski Khilafah Abbasiyah mampu berkuasa dalam tempo yang begitu lama, akan tetapi periode keemasannya hanya berlansung singkat. Puncak kemerosotan kekuasaan khalifah-khalifah Abbasiyah ditandai dengan berdirinya khilafah-khilafah kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan politik Khalifah Abbasiyah. Khilafah-khilafah yang memisahkan diri itu salah satu diantaranya adalah Fatimiyah yang berasal dari golongan Syi’ah sekte Ismailiyah, yakni sebuah aliran sekte di Syi’ah yang lahir akibat perselisihan tentang pengganti imam Ja’far al-Shadiq yang hidup antara tahun 700-756 M. Fatimiyah hadir sebagai tandingan bagi penguasa Abbasiyah yang berpusat di Baghdad yang tidak mengakui kekhalifahan Fatimiyah sebagai keturunan Rasulullah dari Fatimah. Karena mereka menganggap bahwa merekalah ahlul bait sesungguhnya dari Bani Abbas. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah sejarah munculnya dinasti Fatimiyah? 2. Capaian apakah yang telah diraih dinasti Fatiimiyah ketika berada di puncak kejayaan? 3. Faktor apa saja yang melatar belakangi runtuhnya dinasti Fatimiyah? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya dinasti Fatimiyah, pun termasuk dimana dinasti Fatimiyah berada di masa keemasannya serta faktor-faktor keruntuhan dinasti Fatimiyah. 2. Menambah wawasan mengenai peradaban Islam di masa lampau. D. Metode Penulisan Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah Studi Pustaka yaitu “Pengumpulan keterangan-keterangan dari berbagai literature sebagai bahan perbandingan atau acuan yang relevan dengan peristiwa yang dikaji.” (Usep, 2011: 20). Sekilas Tentang Dinasti Fatimiyah Dinasti Fatimiyah merupakan salah satu imperium besar sepanjang sejarah Islam. Pada awalnya, daulah ini hanya berupa dinasti kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan daulah Abbasiyah. Mereka mampu memerintah lebih dua abad sebelum ditaklukkan oleh dinasti Ayyubiyah dibawah kepemimpinan Salah al-Din al-Ayyubi. Fatimiyah adalah dinasti Syi’ah yang dipimpin oleh 14 Khilafah atau Imam di Afrika Utara (909 – 1171). Dinasti ini dibangun berdasarkan konsep Syi’ah keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah (anak Nabi Muhammad SAW). Kata fatimiyah dinisbatkan kepada Fatimah, karena pengikutnya mengambil silsilah keturunan dari Fatimah Az Zahra binti Rasulullah. Dinasti Fatimiyah juga disebut dengan Daulah Ubaidiyah yang dinisbatkan kepada pendiri dinasti yaitu Abu Muhammad Ubaidillah al Mahdi (297-322). Dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, A. Syalabi menjelaskan bahwa kaum Syi’ah yang bertahan sampai sekarang ada tiga kelompok, yaitu: Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Itsna ‘Asyariyah, dan Syi’ah Ismailiyah. Mazhab Isma’iliyah menisbahkan dirinya kepada imamiyah dan menyetujui penentuan keenam orang imam-imam yang pertama diantara kedua belas imam-imam tersebut. Menurut pendapat mereka, sesudah Ja’far as Shadiq yaitu imam yang keenam, maka imamah tidak berpindah kepada puteranya Musa al Kazhim, seperti yang dikatakan oleh golongan Itsna Asyariyah, melainkan berpindah ke puteranya yang lain, bernama Ismail. Itulah sebabnya golongan ini dinamakan Isma’iliyah.Imam-imam golongan Isma’iliyah ini sesudah Isma’il itu tidak pernah muncul. Yang muncul hanyalah juru-juru dakwah mereka . Sebab itu imam-imam yang tidak pernah muncul tersebut dinamakan “Al A’immatul Masturun”. Imam-imam Isma’iliyah barulah muncul kembali setelah keadaan mereka bertambah kuat di Afrika Utara pada tahun 297H/909M, kemudian mereka berpindah ke Mesir, dimana mereka mendirikan “Daulah Fatimiyah” pada tahun 356 H. Agar mendapat gambaran yang lebih jelas di bawah ini dipaparkan silsilah keduabelas imam syiah.2 Jika diperhatikan pada silsilah tersebut, maka yang termasuk Al A’immatul Masturun adalah Muhammad ibnu Ismail sampai dengan Husain ibnu Ahmad. Kemudian muncul kembali sejak Abdullah al Mahdi. A. Sejarah Berdirinya Dinasti Fatimiyah Menurut M. Abdul Karim dalam bukunya Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam yang dikutip oleh Abdul Gaffar, menyatakan bahwa sekte syi’ah sudah lama mendambakan dan mencita-citakan berdirinya kekhalifahan yaitu sejak memudarnya kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib, namun mereka selalu mendapatkan tekanan politik dari dinasti Umayyah dan Abbasiyah sehingga salah satu cara yang dilakukannya adalah taqiyah, yaitu taat kepada penguasa secara lahiriyah akan tetapi menyusun kekuatan secara diam-diam. Gerakan Syi’ah Isma’iliyah ini muncul sejak berdirinya pemerintahan Abbasiyah dengan menggunakan dua model gerakan. 1. Gerakan militan (sembunyi-sembunyi) Gerakan militan ini dipelopori oleh Abdullah ibn Syi’i dengan berusaha mendekati jama’ah haji yang berasal dari Tunisia, khususnya suku Kitamah dan berusaha memasukkan propaganda ajaran Isma’iliyah. Dia kemudian berhasil mempengaruhi para jama’ah haji tersebut sehingga dia ikut pulang ke Tunisia. 2. Gerakan frontal (terang-terangan) Sukses gemilang yang diraih oleh Abdullah al-Syi’i di wilayah Tunisia, mendorongnya melakukan perlawanan terhadap dinasti Aghlabiah. Kemudian pada tahun 909 M., dia memproklamirkan Sa’id ibn al-Husain sebagai khalifah dengan gelar al-Imam Ubaidillah al-Mahdi dengan Raqadah sebagai pusat ibu kota. Ibrahim Ahmad Adawi dalam bukuhya Tarikh al-‘Alam al-Islami yang dikutip oleh Abdul Gaffar menjelaskan Raqadah terletak 10 mil dari wilayah qairawan Tunisia (Afrika Utara). Namun karena Raqadah terlalu dekat dari kota pusat Sunni yaitu qairawan, maka pusat pemerintahan dipindahkan ke al-Mahdiyah, sekitar 16 mil arah tenggara Raqadah pada tahun 915. Dengan demikian, Dinasti Fatimiyah berdiri di Tunisia (Afrika Utara) pada tahun 909 M dibawah pimpin Sa’id ibn al-Husain setelah mengalahkan dinasti Aghlabiah di Sijilmasa. Bosworth dalam bukunya Dinasti-dinasti Islam menjelaskan khalifah pertama Fathimiyah, Ubaydillah, datang dari Suriah ke Afrika Utara, dimana propaganda Syi’i telah menciptakan kondisi yang baik bagi kedatangannya. Dengan dukungan kaum Berber Ketama,dia menumbangkan gubernur-gubernur Aghlabiyyah di Iffriqiyah dan Rustamiyah. Sunanto menjelaskan Afrika Utara sampai tahun 850 M dikuasai oleh bani Aghlab, meliputi wilayah Ifriqiyah (Tunisia) dan sebagian pulau Sisilia, merupakan negara bagian daulah Abbasiyah. Menurut M. Abdul Karim dalam bukunya Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam yang dikutip oleh Abdul Gaffar menjelaskan bahwa dinasti Aghlabiah berdiri pada masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid ketika dia mengangkat Ibrahim ibn al-Aghlab sebagai penguasa Ifriqiyah (Tunisia) pada tahun 800 M secara independen dengan gelar amir. untuk membendung kekuatan luar yang ingin melemahkan dinasti Abbasiyah, terutama dinasti Rustamiah (khawarij) dan Idrisiah. Kemudian pada tahun 909 M. Dinasti Aghlabiah yang dipimpin oleh Ziadatullah al-Aghlabiah III dilenyapkan oleh dinasti Fatimiah. Terbentuknya dinasti Fatimiyah pada saat itu menyebabkan Islam di bawah 3 penguasa yaitu: khalifah Abbasiyah di Bagdad, khalifah Umayyah di Cordova dan khalifah Fatimiyah di al-Mahdiah. Selama berkuasa dari tahun 909 M. hingga tahun 934 M, Ubaidillah membuktikan dirinya sebagai penguasa yang mampu dan berbakat. Dua tahun pasca menjadi penguasa tertinggi, dia membunuh panglima dakwahnya yaitu Abdullah al-Syi’i. Setelah itu, dia memperluas kekuasannya sampai hampir meliputi seluruh wilayah Afrika, mulai dari Maroko yang dikuasai Idrisiyah hingga perbatasan Mesir. Pada tahun 914, dia berhasil menguasai Iskandariyah, dua tahun berikutnya wilayah delta berada dalam kekuasaannya. Kemudian dia mengirimkan seorang gubernur Baru dari suku Kitamah ke Sisilia dan menjalin pertemanan dengan pemberontak Ibn Hafshun di Spanyol. Malta, Sardinia, Corsica, Balearic dan pulau-pulau lainnya pernah merasakan kedahsyatan armada yang diwarisi dari dinasti Aghlabiah. Sekitar 920, ia memindahkan pusat pemerintahannya ke ibukota baru al Mahdiyah yang didirikan di pesisir Tunisia, sekitar 27,2 kilometer ke arah tenggara kota Kairawan, dan dinamai dengan namanya sendiri. Pasca wafatnya Ubaidillah, pemerintahan diambil alih oleh puteranya yaitu Abu al-Qasim Muhammad al-Qaim yang berkuasa dari tahun 934 M. hingga 946 M. kebijakannya lebih difokuskan pada upaya penyerbuan dan perluasan wilayah kekuasaan. Oleh karena itu, pada tahun 934 atau 935, dia mengirim armada untuk menyerbu pantai utara Prancis, menguasai Genoa dan sepanjang pesisir Calabria. al Qaim berusaha menaklukkan Mesir akan tetapi tidak berhasil. Kemudian dilanjutkan oleh puteranya al-Manshur pada tahun 946-952 M. Penaklukkan Mesir berhasil dilakukan oleh cucu al-Qaim yaitu Abu Tamim Ma’ad al-Mu’iz yang berkuasa pada tahun 952-975 . Penyerbuan ke Mesir itu didahului dengan penyerbuan pantai Spanyol, yang khalifahnya pada waktu itu al-Nashir. Tiga tahun kemudian (958), tentara Fatimiyah maju menuju Atlantik. Baru pada tahun 969 Mesir dapat direbut dari penguasa Ikhsidiyah. Pahlawan penting dalam penyerbuan ini adalah Jawhar al-Shiqilli berkebangsaan Sisilia atau Yunani. Ikhsidiyah merupakan bagian Dinasti Abbasiyah yang berkuasa di Mesir dan Suriah 323-58/935-69, yang saat ditaklukkan oleh Jenderal Fathimiyah Jawhar pada tahun 969 M, ikhsidiyah berpusat di Fusthat dipimpin oleh Ahmad ibnu Kafur yang lemah (968-969). Sejak kemenangannya atas ibu kota Fusthat pada tahun 969, Jawhar kemudian mendirikan Masjid Agung al-Azhar pada tahun 972, yang dikemudian hari oleh Khalifah al- Aziz dikembangkan menjadi universitas besar. Kemudian Jawhar membuat markas baru dengan nama al-Qahirah. Sejak 973 M., kota ini Kairo modern kemudian menjadi pusat kota dinasti Fatimiyah. Pada tahun yang sama (969 M.), setelah merasa kedudukannya di Mesir kokoh, Jawhar melirik negara tetangganya Suriah dan mengirimkan seorang panglima perang yang berhasil menaklukkan kota Damaskus. Berikut adalah para khalifah dinasti Fatimiyah: 1. Khalifah Ubaidilah Al-Mahdi (909-934), pendiri Dinasti Fatimiyah. 2Abu al-Qasim Muhammad al-Qa’im bi Amr Allah bin al-Mahdi Ubaidillah (934-946). 3. Isma’il al-Mansur bi-llah (946-952). 4. Abu Tamim Ma’add al-Mu’iz li-Din Allah (952 M – 975) M. Mesir ditaklukkan semasa pemerintahannya. 5. Abu Mansur Nizar al-‘Aziz bi-llah (975 M – 996 M). 6. Abu ‘Ali al-Mansur al-Hakim bi-Amr Allah (996M – 1021 M). 7. Abu’l-Hasan ‘Ali al-Zahir li-I’zaz Din Allah (1021 M – 1036 M). 8. Abu Tamim Ma’add al-Mustanhir bi-llah (1036 M – 1094 M). 9. Al-Musta’li bi-Allah (1094 M-1101 M). 10. Al-Amir bi Ahkam Allah (1101 M – 1130 M) 11. Abd al-Majid (1130 M – 1149 M). 12. Al-Wafir (1149 M – 1154 M). 13. Al-Fa’iz (1154 M – 1160 M). 14. Al-‘Adid (1160 M – 1171 M). Setelah jatuhnya Al-`Adid, kekuasaan DinastiFatimiyah selama 200 tahun lebih berakhir. B. Puncak Kejayaan Dinasti Fatimiyah Puncak kejayaan dinasti Fatimiyah dicapai pada masa pemerintahan Abu al-Manshur Nizar al-Aziz (975-996) di mana kerajaan diliputi dengan kedamaian dan nama al-Aziz diagungkan dalam setiap khutbah jum’at sepanjang wilayah kekuasaannya yang membentang dari Atlantik hingga Laut Merah, juga di masjid-masjid di Yaman, Mekah, Damaskus, bahkan Mosul. Ia adalah khalifah Fathimiyah yang kelima dan khalifah pertama yang memulai pemerintahan di Mesir. al-Aziz berhasil menempatkan dinasti Fatimiyah sebagai negara Islam terbesar di kawasan Mediterania Timur, bahkan berhasil menenggelamkan pamor penguasa Bagdad. al-Aziz rela menghabiskan dua juta dinar untuk membangun istana yang tidak kalah megah dari istana Abbasiyah. al-Aziz merupakan khalifah yang paling bijaksana dan murah hati diantara para khalifah Fatimiyah.14 Kemakmuran dan kejayaan dinasti Fatimiyah dapat dilihat dari keadaan pekerja istana kerajaan pada saat itu berjumlah 12.000 orang pelayan, 10.000 pengurus kuda dan 8.000 pengurus yang lain. Kedamaian pada saat itu tergambar dengan tidak terkuncinya toko perhiasan dan toko money changer, bahkan khalifah al-Aziz memiliki 20.000 rumah di ibu kota yang dibangun menggunakan batu bata dengan ketinggian lima atau enam lantai. Kemajuan peradaban pada masa dinasti Fatimiyah adalah sebagai berikut: 1. Kondisi Sosial Para khalifah Fatimiyah bersikap toleran dan penuh perhatian terhadap urusan agama nonmuslim. Misalnya para pemeluk agama Kristen Mesir diperlakukan secara bijaksana. Bahkan pada masa al Aziz mereka ditunjuk menduduki jabatan di istana. Begitu pula pada jaman al-Mustansir dan seterusnya, sebagian besar jabatan keuangan dipegang oleh orang-orang Kristen. Hanya Khalifah al Hakim yang bersikap agak keras terhadap mereka. Sebagian besar khalifah Fatimiyah berpola hidup mewah dan santai. Misalnya al-Mustansir mendirikan paviliun di istananya, sebagai tempat memuaskan kegemaran berfoya-foya bersama sejumlah penari rupawan. Nashir al-Khusraw, seorang pengembara Ismailiyah berkebangsaan Persia, yang mengunjungi Mesir pada tahun 1046-1049 M, memberikan catatan bahwa kota Kairo sebagai kota makmur dan aman. 2. Bidang Administrasi Pemerintahan Sistem administrasi pemerintahan Dinasti Fatimiyah sebagian besar tidak berbeda dengan administrasi pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik dalam urusan duniawi maupun spiritual. Khalifah berwenang mengangkat dan sekaligus menghentikan jabatan-jabatan di bawahnya. Kementerian Negara (wasir) terbagi menjadi dua kelompok yaitu: ahli pedang dan ahli pena. Para ahli pedang menduduki urusan militer dan keamanan serta pengawal pribadi sang khalifah. Sedang para ahli pena menduduki beberapa jabatan sebagai berikut: a. Hakim; b. Pejabat Pendidikan sekaligus pengelola lembaga ilmu pengetahuan; c. Inspektur Pasar yang bertugas menertibkan pasar dan jalan; d. Pejabat Keuangan yang menangani segala urusan keuangan negara; e. Regu Pembantu istana; f. Petugas Pembaca al-Quran. Sedangkan di luar jabatan istana di atas,terdapat berbagai jabatan tingkat daerah, meliputi daerah Mesir, Siria dan Asia Kecil. Dalam bidang kemiliteran, terdapat tiga jabatan pokok, yaitu: a. Amir yang terdiri pejabat-pejabat tinggi militer; b. Petugas keamanan; c. Berbagai Resimen. Pusat-pusat armada laut dibangun di beberapa tempat dan masing-masing dikepalai oleh Admiral Tinggi. • .Doktrin Keimaman Doktrin Imamah bagi Syi’ah tidak hanya dalam hal theologis, tetapi juga berlaku pada bidang politik. Para pengikut Syi’ah berpendirian bahwa jabatan Imamah (Khilafah di kalangan Sunni) merupakan hak Ahl al-Bait yakni keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Sekte Syi’ah yang ekstrem malah berpendapat bahwa Khalifah Abu Bakar, Umar, serta khalifah setelahnya tidak berhak menjadi khalifah. Sehingga mereka menempuh berbagai jalan termasuk pemberontakan dan peperangan untuk memperjuangkan hal tersebut. Termasuk berdirinya Dinasti Fatimiyah juga dilatarbelakangi oleh doktrin ini. Pemerintahan Fatimiyah ini dapat dimasukkan ke dalam model pemerintahan yang bersifat keagamaan. Hal ini berarti bahwa agama dijadikan sebagai motivasi kebangkitan melawan rezim yang mapan.Selanjutnya simbol-simbol keagamaan, khususnya yang terkait dengan keluarga Ali, sangat ditonjolkan dalam mengurus pemerintahan. Seperti membangun masjid al-Azhar dan al-Hakim, dengan menara kubah yang menjulang tinggi menggambarkan ketinggian para Imam. Juga penghormatan para Imam disejajarkan dengan penghormatan para Syuhada dari keluarga Nabi. Fatimiyah membangun sejumlah makam keluarga Ali, sepertri makam Husein di Mesir, dalam rangka memberi kesan pada umum atas tempat-tempat suci dan keramat. Maka pada tahun 1153 M. kepala Husein yang dipenggal dalam peperangan melawan Yazid bin Muawiyah, dipindahkan dari Ascalon ke Kairo, lalu dibangunlah makam Sayyidina Husein yang sekarang disebut perkampungan Husein. Doktrin keimaman yang lain yaitu bahwa para Imam dijaga oleh Allah dari kesalahan-kesalahan yang biasa dibuat oleh manusia biasa. Doktrin ini selanjutnya digunakan oleh para khalifah untuk melegitimasi keagamaan pada dirinya. Sebagai contoh, Ubaidillah al-Mahdi, pendiri Fatimiyah, adalah gelar dari nama asli Sa’id bin Husain al-Salamiyah, yang dengan gelar ini menyatakan diri sebagai Imam dari Syi’ah Ismailiyah. Dengan gelar ini pula akan menimbulkan kesan bahwa sang khalifah adalah seorang Imam yang terjaga dari kesalahan-kesalahan fatal. Imam dalam doktrin Syi’ah juga bersifat messianistik (mahdiisme). Yakni ia dipahami sebagai figur penyelamat di kala suatu bangsa mengalami konflik berkepanjangan. Misalnya, di akhir zaman nanti akan muncul sang penyelamat al-Mahdi yang akan membawa umat manusia terselamtkan dari keadaan yang rusak. Karena itu gelar al-Mahdi yang sering dipakai para khalifah mempunyai kandungan maksud sang penyelamat. Termasuk dalam hal ini gelar Ubaidillah al-Mahdi. Sebagai akibat doktrin-doktrin Syi’ah, maka pemerintahan Fatimiyah bercorak militan, khususnya di awal kemunculannya. Selanjutnya pemerintahannya bercorak keagamaan untuk memperoleh dukungan rakyat. • Penyebaran Faham Syi’ah Ketika al-Mu’iz berhasil menguasai Mesir, di tempat ini berkembang empat madzhab fikih: Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali. Sedangkan al-Mu’iz menganut faham Syi’ah. Oleh karena itu, al-Mu’iz mengayomi dua kenyataan ini dengan mengangkat hakim dari kalangan Suni dan hakim dari kalangan Syi’ah. Akan tetapi, jabatan-jabatan penting diserahkan kepada ulama Syi’ah; dan Sunni hanya menduduki jabatan-jabatan yang rendahan. Pada tahun 379 M, semua jabatan di berbagai bidang politik, agama, dan militer diduduki oleh Syi’ah. Oleh karena itu, sebagian pejabat Fatimiah yang Suni beralih ke Syi’ah supaya jabatannya meningk 3. Kemajuan Ilmu Pengetahuan Tokoh dan pelopor perkembangan pendidikan pada Dinasti Fatimiyah di Mesir adalah Ibn Killis. Beberapa ilmuwan lainnya pada jaman ini yaitu sebagai berikut. • Muhammad al-Tamim, seorang dokter. • Muhammad Ibn Yusuf al-Kindi dan Ibnu Salamah al-Qudha’i’, sejarawan. • Ali ibn Yunus, seorang astronom hebat. • Abu Ali al-Hasan dan Ibn al-Haitsam, ilmuwan fisika dan optik. • Ibn Muqlah, ahli kaligrafi. Pada masa al-Aziz Masjid Agung al-Azhar dikembangkan menjadi universitas. Pada masa al-Hakim dibangun Dâr al-Hikmah (rumah kebijaksanaan) atau Dâr al-‘Ilm (rumah ilmu). Dalam gedung ini terdapat perpustakaan yang di dalamnya kajian tentang ilmu-ilmu keislaman, astronomi, dan kedokteran. Di Mukatam al-Hakim membangun sebuah observatorium. Beberapa karya buku pada jaman Fatimiyah, yaitu sebagai berikut. • Kitab al-Manazhir, mengenai ilmu optik ditulis oleh Ibnu al-Haitsam. • Al-Muntakhab fi ‘ilaj al-‘Ayn, tentang penyembuhan mata ditulis oleh Ammar ibn Ali al-Maushili. • Militer Menurut M. Abdul Karim dalam bukunya Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam yang dikutip oleh Abdul Gaffar menjelaskan bahwa dinasti Fatimiyah dalam bidang militer menggunakan tentara bayaran sebagai penopang utama pemerintahannya. Hal itu terjadi karena dinasti Fatimiyah penganut Syiah Ismailiyah yang pada saat itu merupakan kelompok minoritas. Tentara bayaran tersebut direkrut dari resimen kulit hitam atau Zawila yang dibeli dari pasar budak di Afrika dan dari orang Eropa Sakalaba atau yang kerap dipanggil dengan sebutan Bangsa Slav yang menjadi bangsa termiskin di Eropa Timur. 4. Ekonomi Menurut M. Abdul Karim dalam bukunya Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam yang dikutip oleh Abdul Gaffar menjelaskan bahwa untuk meningkatkan ekonomi, dinasti Fatimiyah membuat jalan terusan, jembatan sebagai lintas hasil pertanian agar pendapatan negara dari sektor pajak bisa ditingkatkan, menambah aturan baru tentang perindustrian dengan membatasi para industriawan dari hidup bermewah-mewahan. Satuan uang di Mesir digunakan dinar dengan kurs dirham yang ditentukan. Hal itu dilakukan untuk melindungi para pedagang kecil dari kesewenang-wenangan pedagang besar yang menggunakan dinar sebagai kurs. Sementara pendapatan Negara diperoleh dari pertanian, perdagangan dan bea cukai karena Mesir pada saat menjadi jalur penghubung antara Afrika Asia dan Eropa dan menjadi tempat pertukaran berbagai komoditas antara Eropa dan Asia. Di bawah Fatimiyah, Mesir mengalami kemakmuran ekonomi dan vitalitas kultural yang mengungguli Irak. Hubungan perdagangan dengan dunia non-Islam dibina, termasuk India dan negeri-negeri Mediterania yang Kristen. Pada masa ini, dari Mesir dihasilkan sebagian produk seni Islam yang terbaik. 5. Seni Beberapa karya seni dinasti Fatimiyah antara lain papan kayu berukir, yang digambari lukisan beberapa mahluk hidup seperti rusa yang diserang oleh monster, kelinci yang diterkam oleh elang, dan beberapa pasang burung yang saling berhadapan. Juga karya dari bahan perunggu dalam bentuk cermin dan pedupaan. Koleksi perunggu yang yang paling terkenal adalah patung griffin, tingginya 40 inchi, yang sekarang berada di Pisa. Periode Fatimiyah juga dikenal dengan keindahan produk tekstilnya, sedangkan produk tenunan yang berkembang saat itu produk khas bangsa yang bergaya koptik Mesir, kemudian dipengaruhi oleh gaya Iran dan Sasaniyah. Juga ditemukan produk tekstil bermotif hewan dengan pose konvensional. Seni keramik mengikuti pola-pola Iran dan bergaya Cina. Juga seni penjilidan buku yang begitu indah dan menjadi penjilidan paling pertama dalam dunia Islam. 6. Arsitektur Salah satu bukti arsitektur pada jaman Fatimiyah adalah berdirinya Masjid al-Azhar yang dibangun oleh Jendral Jawhar pada 972 M. Gaya arsitektur masjid al-Azhar merupakan gaya masjid Ibnu Tulun yang memiliki sudut mihrab, dengan menara berbentuk bundar konvensional. Di masjid al-Aqmar dapat dilihat figur awal, yang kelak menjadi ciri khas arsitektur islam, yaitu ceruk (muqarnas) stalaktit. B. Kemunduran Dinasti Fatimiyah Dinasti Fatimiyah mengalami masa keemasan sejak ibu kotanya dipindah dari Mahdiah di Tunisia ke Kairo di Mesir pada jaman al-Muiz pada tahun 973 M hingga periode kekhalifah al-Aziz (975-996). Jadi dinasti Fatimiyah mengalami kejayaan selama 23 tahun. Sepeninggal al-Aziz khalifah Fatimiyah dijabat oleh anaknya yang bernama Abu al-Mansur al-Hakim yang masih berusia sebelas tahun. Selama bertahun-tahun al-Hakim di bawah pengaruh seorang gubernurnya yang bernama Barjawan. Barjawan terlibat konflik dengan panglima militer Ibnu Ammar. Setelah berhasil menyingkirkan panglima, Barjawan menjadi pelaku utama pemerintahan al-Hakim. Di kemudian hari al-Hakim mengambil tindakan menghukum bunuh terhadap Barjawan lantaran penyalahgunaan kewenangan negara. Tindakan-tindakan kejam yang menakutkan dari al-Hakim (996-1021) yang sangat belia menjadi titik awal kegoncangan dalam dinasti Fatimiyah. al-Hakim membunuh beberapa wasir, menghancurkan beberapa gereja, menghancurkan kuburan suci umat Kristen (1009 M.), menetapkan aturan ketat terhadap non-Islam dengan menjadikan Islam eksklusif dari agama lain seperti pakaian dan identitas agama. Aturan-aturan yang merugikan non-Islam diberlakukan sehingga mulailah timbul ketidaksenangan. Pengganti al-Hakim yaitu al-Zahir (1021-1035) berumur enam belas tahun ketika naik tahta. al-Zahir merestui pembangunan kembali gereja yang di dalamnya terdapat kuburan suci sehingga namanya disebutkan di masjid-masjid kekuasaan Konstantin VIII. Pengganti al-Zahir adalah al-Mustanshir (1035-1094), yang berkuasa hampir enam puluh tahun diangkat pada usia 11 tahun, wilayah yang berada di bawah kekuasaan Fatimiyah mulai melepaskan diri seperti Suriah, Palestina dan kota-kota di Afrika. Banu Saljuk dari Turki membayang-bayangi kekuasaannya, Banu Hilal dan Banu Sulaim dari Nejed memberontak dan bangsa Normandia merongrong hingga di pedalaman Afrika. Sejak masa kekuasaan al-Mustanshir kekacauan terjadi dimana-mana. Kekuasaan negara lumpuh, kelaparan terjadi selama tujuh tahun sehingga perekonomian negara juga lumpuh. Pengganti al-Mustanshir terus-menerus dirundung pertikaian hingga tidak dapat membendung kemunduran dinasi Fatimiyah. Berakhirnya dinasti Fatimiyah terjadi pada khalifah Fatimiyah yang keempat belas yaitu al-Adhid, berumur sembilan tahun ketika naik tahta. Pada masa ini kehidupan masyarakat yang sangat sulit, sumber kehidupan tinggal aliran sungai Nil, kelaparan dan wabah penyakit yang sering terjadi, akhirnya berimplikasi pada pajak yang tinggi dan pemerasan untuk memuaskan kebutuhan khalifah dan angkatan bersenjatanya yang rakus. Keadaan semakin parah dan rumit dengan datangnya pasukan perang Salib dan serangan dari Almaric, Raja Yerusalem pada tahun 1167 M telah berdiri di pintu gerbang Kairo. Akhirnya Shalahuddin al-Ayyubi pada tahun 1171 menurunkan khalifah Fatimiyah yang terakhir dari tahtanya. Setelah menaklukkan khalifah Fatimiyah terakhir Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi mendirikan Dinasti Ayyubiyah yang berpusat di Kairo Mesir dari tahun 1174-1252 M. KESIMPULAN Kemunculan dinasti Fatimiyah tidak terlepas dari gerakan-gerakan militan dan frontal yang dilakukan oleh Syi’ah Ismailiyah yang dipimpin oleh Abdullah ibn Syi’i. Pada tahun 909, gerakan tersebut berhasil mendirikan dinasti Fatimiyah di Tunisia (Afrika Utara) dibawah pimpinan Sa’id ibn al-Husain setelah mengalahkan dinasti Aghlabiah. Dinasti Fatimiyah merasakan tiga ibu kota yaitu: Raqadah, al-Mahdiyah dan Kairo dibawah 14 khalifah selama 262 tahun yaitu sejak tahun 909 hingga 1171. Sistem politik pada Dinasti Fatimiyah menganut doktrin keimaman Syi’ah yaitu jabatan Imamah (Khilafah di kalangan Sunni) merupakan hak Ahl al-Bait yakni keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah, yang dalam hal ini Dinasti Fatimiyah berasal dari Ismail, putera Imam keenam Ja’far as Shadiq. Pemerintahan Fatimiyah ini dapat dimasukkan ke dalam model pemerintahan yang bersifat keagamaan, yaitu agama dijadikan sebagai motivasi kebangkitan melawan rezim yang mapan.Selanjutnya simbol-simbol keagamaan (Syi’ah), khususnya yang terkait dengan keluarga Ali, sangat ditonjolkan dalam mengurus pemerintahan. Terbukti pada tahun 379 M, semua jabatan di berbagai bidang politik, agama, dan militer diduduki oleh Syi’ah. Oleh karena itu, sebagian pejabat Fatimiah yang Suni beralih ke Syi’ah supaya jabatannya meningkat. Masa keemasan dinasti Fatimiyah dimulai sejak pindahnya pemerintahan ke Kairo Mesir pada masa Abu Tamim Ma’add al-Mu’iz li-Din Allah (952 M – 975) M dan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Abu al-Manshur Nizar al-Aziz (975-996). Kejayaan itu dapat dilihat dalam bidang agama dengan toleransi yang tinggi, pendidikan dengan pembangunan universitas dan perpustakaan, , militer dengan pasukan bayaran, ekonomi dengan infrastruktur, aturan yang adil dan menjadi jalur internasional, kebudayaan dan peradaban dengan kota Kairo sebagai bukti, arsitektur dengan masjid al-Azhar dan kesenian dengan produk tekstil, tenunan, keramik dan penjilidan. Kemunduran dinasti Fatimiyah dimulai dari masa pemerintahan al-Hakim yang bertindak kejam dan sewenang-wenang, dan terus merosot pasca pemerintahan al-Zhahir dan berakhir pada masa al-Adid. Kemunduran itu karena faktor eksternal berupa rongrongan dari penguasa luar dan pertikaian internal. Juga usia khalifah yang sangat belia mulai al-Hakim hingga khalifah terakhir. DAFTAR PUSTAKA Bosworth, G.E.1993. Dinasti-dinasti Islam. terj. Ilyas Hasan.Bandung: Penerbit Mizan. Hitti, Philip K.2010. History of the Arab, terj. R. Cecep Lukman Yasin dkk.Cet.II; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Mubarok , Jaih.2005. Sejarah Peradaban Islam. cet. kedua.Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Nurhakim, Moh. 2004. Sejarah dan Peradaban Islam. Cet. Kedua. Malang: UMM Press. Sunanto, Musyrifah.2003. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Prenada Media. Syalabi, A.2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, terj. M. Sanusi Latief. Jakarta: Radar Jaya Offset. Yatim, Badri.1994. Sejarah Peradaban Islam II, Cet.II. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Gaffar, Abdul.2011. “Bani Fatimiyah”, dalam http://sanadthkhusus.blogspot.com/2011/05/bani-fatimiyah.html (08-12-2013)